Ticker

4/recent/ticker-posts

Alfamart Mencium Angin Pemulihan: SSSG Menguat, Saham AMRT Punya Ruang Rebound?

Daftar Isi [Tampilkan]

Receh.in – Kinerja PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), pengelola jaringan ritel Alfamart, sempat melandai pada kuartal III/2025 karena tekanan daya beli. Namun memasuki kuartal terakhir tahun ini, arah angin mulai berubah.

Data penjualan, sinyal pemulihan konsumsi, hingga sentimen kebijakan fiskal kini memberi ruang bagi Alfamart untuk memperbaiki performanya.

 

Sinyal Pemulihan dari SSSG dan Stimulus Pemerintah

Same Store Sales Growth (SSSG), indikator utama performa toko eksisting, mulai pulih pada Oktober 2025. Ini penting karena SSSG AMRT sempat turun ke level 1% YoY pada kuartal III, jauh lebih lemah dibanding rata-rata semester I yang berada di 2,6%.

Sumber pemulihannya cukup jelas: penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp300.000 per bulan untuk lebih dari 35 juta rumah tangga selama Oktober–Desember. Kucuran fiskal ini langsung menambah likuiditas rumah tangga berpendapatan rendah—segmen terbesar pelanggan Alfamart.

Dukungan pemulihan juga terlihat dari laporan emiten konsumer lain. Penjualan minuman siap minum ULTJ, yang sempat ambles 29% pada kuartal III, kembali ke pertumbuhan satu digit rendah pada Oktober. Sementara penjualan lokal MYOR melonjak lebih dari 22% YoY di bulan yang sama. Tren ini mengindikasikan gerakan naik pada konsumsi harian, pasar utama yang digarap Alfamart.

Dengan momentum tersebut, AMRT diproyeksikan mencetak SSSG pertengahan satu digit pada kuartal IV/2025, meski secara tahun fiskal SSSG masih diperkirakan tumbuh tipis.

 

Kinerja Keuangan: Pendapatan Naik, Laba Sedikit Tergerus

Hingga kuartal III/2025, pendapatan Alfamart masih menunjukkan ketahanan. Perseroan membukukan pertumbuhan pendapatan neto 7,09% YoY menjadi Rp94,47 triliun. Seluruh wilayah mencatat kenaikan, terutama luar Jawa yang melesat hampir 15%.

Segmen makanan dan non-makanan pun tumbuh seimbang, masing-masing sekitar 7%. Laba bruto juga naik 7,6% menjadi Rp20,3 triliun.

Namun tantangan muncul dari sisi biaya. Beban penjualan, distribusi, serta administrasi naik cukup signifikan. Akibatnya, laba usaha turun dari Rp3,1 triliun menjadi Rp2,95 triliun. Laba bersih ikut terkoreksi 3,49% YoY ke Rp2,31 triliun. Neraca juga menunjukkan penurunan kas hampir 10% YoY.

Kondisi ini membuat beberapa analis menyesuaikan proyeksi. Estimasi laba AMRT 2025 dan 2026 dipangkas sekitar 9%, mencerminkan tekanan konsumsi pada kuartal III serta rencana ekspansi gerai yang direvisi dari 1.000 menjadi 800 gerai pada 2026.

 

Rekomendasi Analis: Tetap Prospektif, Walau Ada “Rem” Pertumbuhan

Meski mencatat tekanan laba, sentimen analis terhadap saham AMRT masih sangat positif. Konsensus Bloomberg menunjukkan 29 dari 30 analis memberi rekomendasi beli, dengan target harga rata-rata Rp2.685—potensi upside hampir 47% dari level Rp1.830.

Indo Premier Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli dengan target Rp2.600. Penurunan harga saham pasca laporan kuartal III dianggap telah memasukkan sebagian besar sentimen negatif.

Panin Sekuritas juga melihat peluang dari strategi omnichannel lewat Alfagift serta stimulus fiskal yang menyokong permintaan. Sementara Maybank Sekuritas lebih berhati-hati dengan rating hold, menilai AMRT sedang memasuki fase pertumbuhan laba per saham yang lebih lambat.

 

Tantangan 2026: Ekspansi Melambat dan Beban Operasional

Tahun depan, AMRT akan berhadapan dengan landscape konsumsi yang lebih normal tanpa stimulus fiskal, sementara inflasi pangan masih menjadi variabel yang harus diwaspadai. Dengan rencana pembukaan gerai yang direvisi dan biaya operasional yang terus meningkat, kemampuan menjaga margin akan menjadi kunci.

Namun pemulihan daya beli, pertumbuhan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rumah tangga pada akhir 2025 memberi landasan yang cukup baik untuk performa awal 2026. AMRT diperkirakan kembali mencatat SSSG pertengahan satu digit pada kuartal II/2026.

 

Analisis: AMRT di Persimpangan—Momentum Ada, Eksekusi Jadi Penentu

Melihat data kuartal IV, Alfamart mulai memasuki fase pemulihan permintaan yang cukup solid. Stimulus pemerintah dan perbaikan konsumsi barang kebutuhan sehari-hari memberi dorongan nyata bagi SSSG. Namun tekanan biaya dan perlambatan ekspansi menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan semakin bergantung pada efisiensi operasional dan monetisasi kanal digital seperti Alfagift.

Untuk investor, AMRT tetap menjadi saham defensif dengan rekam jejak kuat di sektor ritel FMCG. Namun risiko penurunan margin dan normalisasi konsumsi pasca-stimulus menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Dengan valuasi yang kembali menarik setelah koreksi harga, katalis pemulihan SSSG kuartal IV bisa menjadi titik balik, tetapi tidak sepenuhnya menghapus tantangan fundamental yang menanti pada 2026.

 

Posting Komentar

0 Komentar