Ticker

4/recent/ticker-posts

Ekuitas Negatif Jadi Tantangan Garuda Indonesia (GIAA), Risiko Delisting Mengintai

Daftar Isi [Tampilkan]


Receh.in
– PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengungkapkan masih menghadapi sejumlah hambatan dalam proses transformasi bisnisnya, termasuk risiko delisting saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat ekuitas yang masih negatif. Dalam keterbukaan informasi yang dirilis Selasa (11/11/2025), manajemen menyebutkan bahwa meskipun restrukturisasi besar telah dilakukan pada 2022, kondisi keuangan maskapai pelat merah ini belum sepenuhnya pulih.

Pada restrukturisasi 2022, Garuda berhasil memangkas total utang dari US$10 miliar menjadi US$5 miliar, sementara ekuitas juga membaik dari negatif US$5,3 miliar menjadi minus US$653 juta. Di sisi operasional, perusahaan telah melakukan berbagai efisiensi, seperti rasionalisasi jumlah dan tipe pesawat, optimalisasi jaringan rute, renegosiasi kontrak, serta peningkatan pendapatan kargo dan ancillary. Namun, manajemen menegaskan bahwa belum terealisasinya rights issue tahap kedua menjadi salah satu penghambat utama proses transformasi.

 

Hambatan Rights Issue dan Risiko Suspensi

Manajemen Garuda menyebut, belum terlaksananya aksi korporasi tersebut disebabkan oleh kondisi pasar yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi serta proses pemulihan keuangan pasca Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang masih berlangsung. Ekuitas yang masih negatif, kata manajemen, berpotensi menimbulkan suspensi saham pada 30 Juni 2026 jika Garuda tidak berhasil mencatatkan ekuitas positif sebelum tenggat waktu tersebut.

Saat ini, saham GIAA diperdagangkan di level Rp110 per saham, mencatatkan kenaikan sekitar 100% sejak awal tahun (year-to-date). Meski demikian, saham Garuda masih menyandang notasi khusus E dan X di papan BEI, yang menandakan emiten memiliki ekuitas negatif dan tengah berada dalam pemantauan khusus.

Selain faktor internal, Garuda juga menghadapi hambatan eksternal berupa pemulihan lambat pasar penerbangan Asia Pasifik, yang tertinggal dibandingkan kawasan Amerika Utara dan Timur Tengah. Untuk menjaga keberlanjutan bisnis, pemerintah melalui Surat Menteri BUMN No. S-373/MBU/06/2025 dan Persetujuan Presiden No. B-299/M/D-1/HK.02.02/06/2025 telah merestui restrukturisasi lanjutan Garuda Indonesia.

Dalam laporan keuangan per Juni 2025, Garuda tercatat memiliki modal kerja negatif sebesar US$1,49 miliar, dengan liabilitas mencapai US$8,01 miliar dan aset senilai US$6,51 miliar. Rasio liabilitas terhadap aset yang mencapai 123% menggambarkan tekanan berat terhadap neraca keuangan perseroan.

Untuk memperbaiki posisi tersebut, Garuda berencana melaksanakan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement di atas 10% sesuai dengan ketentuan POJK No. 14/2019. Dalam aksi korporasi ini, GIAA akan menerbitkan 315,61 miliar saham baru seri D dengan nilai nominal Rp75 per saham. Total dana yang akan diperoleh diperkirakan mencapai Rp23,67 triliun, yang terdiri atas Rp17,02 triliun setoran tunai dari PT Danantara Asset Management (DAM) dan Rp6,65 triliun konversi pinjaman pemegang saham.

Rencana ini akan dimintakan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Rabu (12/11/2025). Manajemen menegaskan bahwa pelaksanaan private placement diharapkan dapat memperbaiki ekuitas konsolidasi, meningkatkan likuiditas, dan memperkuat struktur permodalan.

“Sebagai lini bisnis strategis, Garuda berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, strategi penyehatan melalui transaksi ini menjadi langkah penting untuk memperkuat likuiditas dan menjaga keberlanjutan usaha ke depan,” ujar manajemen Garuda Indonesia dalam pernyataan resminya.

Posting Komentar

0 Komentar