Receh.in – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menghadapi tantangan baru dalam rencana pembaruan armadanya setelah Danantara Asset Management, unit pengelola dana kekayaan negara, memangkas dukungan pendanaan untuk maskapai pelat merah tersebut.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Garuda akan menerima Rp23,7 triliun atau setara sekitar S$1,9 miliar dari Danantara melalui mekanisme private placement, yang mencakup penyertaan modal tunai serta konversi pinjaman pemegang saham. Nilai tersebut lebih rendah dari rencana awal pada bulan sebelumnya, di mana Garuda dijanjikan pendanaan hingga US$1,8 miliar.
Pemangkasan dukungan ini sekaligus mengubah arah penggunaan dana. Jika sebelumnya sebagian dana direncanakan untuk mendukung ekspansi dan pembaruan armada, kini Garuda menyebut Danantara telah melakukan penyesuaian rencana pendanaan, yang fokus pada kebutuhan operasional dan pemulihan modal kerja tanpa mencakup perluasan armada.
Tekanan Operasional dan Banyaknya Pesawat Menganggur
Perubahan rencana pendanaan tersebut datang di tengah kondisi keuangan Garuda yang masih tertekan sejak pandemi Covid-19. Maskapai nasional ini masih menghadapi kesulitan dalam membayar biaya perawatan pesawat dan kewajiban kepada lessor. Hingga akhir Juni 2025, jumlah pesawat yang tidak aktif milik Garuda dan anak usahanya, Citilink Indonesia, tercatat mencapai 51 unit, atau hampir 40% dari total armada. Angka ini naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 33 unit.
Sementara itu, biaya sewa pesawat baru terus melonjak akibat keterbatasan pasokan dan meningkatnya permintaan global. Tahun ini, Garuda bahkan harus membayar dua kali lipat lebih mahal untuk menyewa pesawat Boeing 737 Max, dibandingkan tipe 737 generasi sebelumnya. Lonjakan biaya tersebut mempersempit ruang manuver keuangan perseroan untuk memperbarui armada secara agresif.
Di sisi lain, tekanan eksternal seperti harga bahan bakar avtur yang tinggi dan fluktuasi kurs rupiah turut membatasi kemampuan Garuda untuk mempercepat proses restrukturisasi operasionalnya. Dengan keterbatasan modal dan beban operasional yang tinggi, pemangkasan pendanaan dari Danantara berpotensi menunda strategi pembaruan pesawat yang semula direncanakan menjadi pendorong efisiensi dan daya saing.
Para analis menilai bahwa dalam situasi saat ini, Garuda sebaiknya memfokuskan upaya pada reaktivasi pesawat yang menganggur dan optimalisasi aset yang sudah ada ketimbang memesan armada baru yang membutuhkan biaya besar dan waktu pengiriman panjang. Strategi tersebut dianggap lebih realistis untuk menjaga arus kas sekaligus mempertahankan kapasitas operasional maskapai di tengah kondisi industri penerbangan global yang masih fluktuatif.
Dengan tantangan ini, masa depan transformasi Garuda akan sangat bergantung pada efektivitas penggunaan dana hasil private placement dan kemampuan manajemen dalam menjaga stabilitas keuangan tanpa menambah beban utang baru.
%20Tbk.%20GIAA.png)
0 Komentar