Ticker

8/recent/ticker-posts

Beda Bank Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia

Daftar Isi [Tampilkan]


Receh.in
- Bank syariah dan bank konvensional adalah dua jenis bank yang dikenal masyarakat di Indonesia. Keduanya memiliki perbedaan dalam prinsip, kegiatan, risiko usaha, sumber likuiditas, dan struktur pengawas. Apakah kamu sedang bingung menentukan, ingin menabung di bank syariah atau bank konvensional? Mari simak informasi di bawah ini!


Prinsip Bank Syariah dan Bank Konvensional

Prinsip pertama yang membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah pertumbuhan dana yang disimpan nasabah pada bank tersebut. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga, namun lebih menerapkan pada sistem bagi hasil. Di bank konvensional, uang biasanya bertumbuh dari bunga yang diberikan pihak bank.

Prinsip yang berkaitan dengan nilai juga membedakan kedua bank ini. Bank syariah cenderung tidak bebas nilai dan hanya berinvestasi pada usaha yang halal menurut ajaran Islam. Sedangkan bank konvensional memegang prinsip bebas nilai. Artinya bank konvensional bebas dari nilai-nilai agama sehingga bisa menjalankan peran dan kegiatan apa saja selama menghasilkan keuntungan dan tidak melanggar aturan yang berlaku dari lembaga keuangan negara seperti OJK maupun Bank Indonesia.

Prinsip yang berkaitan dengan pandangan pada uang juga membedakan kedua bank ini. Bank syariah menganggap uang sebagai bagian dari alat tukar, bukan sesuatu yang bisa diperdagangkan. Bank syariah lebih menganggap uang bisa ditukarkan dalam bentuk lain sesuai kebutuhan. Sementara itu, bank konvensional memberlakukan uang sebagai barang yang bisa diperdagangkan.

Baca Juga: Kode Transfer Bank BSI (Eks BSM, BRI Syariah, BNI Syariah) | 451


Kegiatan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Dari sisi kegiatan yang dijalankan, bank konvensional menjalankan fungsi sebagai penyedia jasa keuangan dan intermediasi atau perantara dari penabung dan peminjam seperti individu/rumah tangga, pemerintah, dan usaha.

Sedangkan bank syariah, bukan hanya sebagai penyedia layanan keuangan dan intermediasi, tapi juga menjalankan fungsi sebagai investor sosial.


Risiko Usaha Bank Syariah dan Bank Konvensional

Adapun perbedaan bank syariah dan bank konvensional lainnya dilihat dari risiko usaha yang diterapkan. Risiko usaha yang terdapat pada bank syariah lebih mengedepankan nilai yang dipikul bersama baik keuntungan dan kerugian antara kedua belah yaitu nasabah maupun bank.

Pada bank konvensional, pihak bank tidak mengurusi risiko yang akan muncul pada nasabahnya. Begitu pun sebaliknya, pihak nasabah juga tidak perlu mengurusi risiko yang muncul pada pihak bank tersebut.


Sumber Likuiditas Jangka Pendek Bank Syariah dan Bank Konvensional

Meski sama-sama mendapatkan likuiditas dari bank sentral Indonesia, sumber likuiditas jangka pendek bank syariah dan bank konvensional berbeda. Likuiditas bank syariah memiliki sumber dari pasar uang yang menerapkan nilai syariah. Sedangkan, pasar uang yang dimiliki bank konvensional bersumber dari mana saja.


Struktur Pengawas Bank Syariah

Seperti halnya bank konvensional, bank syariah juga membutuhkan pengawasan agar terhindar dari risiko yang dapat membahayakan stabilitas keuangan. Oleh karena itu, struktur pengawasan bank syariah juga perlu diperhatikan dengan serius.

Struktur pengawasan bank syariah di Indonesia didasarkan pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengamanatkan pembentukan Badan Pengawas Syariah (BPS) sebagai pengawas bank syariah. BPS sendiri terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

MUI berperan dalam memberikan fatwa atau pendapat hukum syariah mengenai produk dan layanan bank syariah. Sedangkan OJK bertanggung jawab dalam pengawasan operasional bank syariah, seperti mengawasi pengelolaan risiko, penilaian kinerja, dan penegakan prinsip-prinsip syariah.

Selain BPS, pengawasan bank syariah juga dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan organ internal bank syariah. DPS bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip syariah di dalam bank, seperti dalam hal kepatuhan terhadap prinsip-prinsip akad, pengelolaan dana, dan kepatuhan terhadap fatwa MUI.

Dalam menjalankan tugasnya, DPS diharuskan melapor secara berkala kepada BPS mengenai kinerja bank syariah yang diawasinya. Dalam hal terdapat pelanggaran prinsip-prinsip syariah, DPS dapat memberikan sanksi kepada bank syariah yang bersangkutan.

Dengan adanya struktur pengawasan bank syariah yang terdiri dari BPS dan DPS, diharapkan bank syariah dapat beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah yang benar dan terhindar dari risiko yang dapat membahayakan stabilitas keuangan. Selain itu, pengawasan yang ketat juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah sebagai lembaga keuangan yang dapat diandalkan.

Posting Komentar

0 Komentar