Harga emas kembali menunjukkan pesonanya. Jumat (3/10) waktu New York, logam mulia ini diperdagangkan di level USD 3.884,19 per troy ons, naik 0,7% dan hanya sedikit di bawah rekor tertinggi yang sempat disentuh sehari sebelumnya di USD 3.896,49 per troy ons. Kenaikan tersebut menandai reli mingguan ketujuh berturut-turut—sebuah momentum yang jarang terjadi, bahkan dalam siklus harga komoditas.
Apa yang membuat emas begitu gemilang? Jawabannya ada di dua faktor besar: ketidakpastian politik-ekonomi Amerika Serikat dan ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Sementara itu emas batangan Antam hari ini (4/10/2025) diperdagangkan di level Rp2.239.000 per gram, naik tipis Rp4.000 dari posisi sebelumnya. Namun, jika menengok transaksi terakhir, harga sempat terkoreksi ke Rp2.235.000 per gram.
Shutdown AS: Drama Politik Jadi Bahan Bakar Harga Emas
Pemerintah Amerika Serikat kini memasuki hari ketiga penutupan (shutdown) akibat kebuntuan politik antara Partai Demokrat dan Republik. Dua rancangan solusi telah diajukan, tapi belum ada tanda-tanda kesepakatan.
Bagi pasar, semakin lama drama ini berlangsung, semakin besar pula kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian. Jim Wyckoff, analis senior Kitco Metals, menyebut bahwa situasi ini bersifat “bullish stabil” bagi emas—karena setiap gejolak ketidakpastian membuat investor mencari aset lindung nilai. Namun, ia mengingatkan, bila terjadi kesepakatan mendadak, emas bisa mengalami koreksi jangka pendek.
Fed dan Suku Bunga: Pasar Nyaris Yakin Akan Pemangkasan
Selain politik, pasar juga dipengaruhi kebijakan moneter. Rilis data ketenagakerjaan non-pertanian yang biasanya jadi indikator utama, kali ini ditunda karena shutdown. Investor pun beralih pada indikator alternatif yang menunjukkan pendinginan pasar tenaga kerja.
Akibatnya, spekulasi pemangkasan suku bunga menguat:
- 97% peluang pemangkasan 25 basis poin pada Oktober,
- 85% peluang pemangkasan serupa pada Desember (data FedWatch, CME Group).
Dengan suku bunga riil yang turun, biaya peluang memegang emas makin rendah. Inilah alasan mengapa emas semakin menarik, apalagi jika dolar AS ikut melemah.
Prospek Positif: Menuju USD 4.200?
Emas sudah naik lebih dari 47% sepanjang tahun ini—angka fantastis untuk aset konservatif. UBS dalam laporannya bahkan memproyeksikan harga emas bisa menembus USD 4.200 per troy ons dalam beberapa bulan mendatang.
Tak hanya emas, logam mulia lain ikut menikmati momentum ini:
- Perak naik 2,1% ke USD 47,96/troy ons,
- Platinum melonjak 2,4% ke USD 1.606,29/troy ons,
- Paladium menguat 1,5% ke USD 1.259,41/troy ons.
Semua komoditas ini mendapat dorongan dari tren yang sama: suku bunga rendah, dolar melemah, dan meningkatnya kebutuhan lindung nilai.
Apa Artinya Bagi Investor Ritel?
Bagi pembaca Recehin, kisah emas kali ini menjadi pengingat bahwa aset safe haven selalu relevan di tengah ketidakpastian global.
Namun, penting juga untuk dicatat: reli panjang emas bisa saja diikuti koreksi mendadak jika ada kesepakatan politik di AS atau perubahan sikap The Fed. Artinya, emas tetap cocok sebagai bagian dari portofolio diversifikasi, bukan satu-satunya tumpuan.
Dengan prospek menuju USD 4.200, emas tetap berkilau—tapi jangan lupa, kilau paling indah pun bisa menyilaukan bila dilihat terlalu dekat.
Kalau kamu lagi nabung emas, kondisi ini bisa jadi angin segar. Tapi kalau baru mau masuk, strategi bertahap alias dollar cost averaging (DCA) mungkin lebih bijak ketimbang langsung all-in.
0 Komentar