Ticker

4/recent/ticker-posts

MGRO Tuntas Selesaikan Legalitas Lahan di Kawasan Hutan

Daftar Isi [Tampilkan]

https://www.mahkotagroup.com/web/image/51153-a1e58f8f/IPO.JPG 

Recehin – PT Mahkota Group Tbk (MGRO) menegaskan bahwa perseroan telah menyelesaikan seluruh proses permohonan legalisasi lahan perkebunan sawit seluas 68,33 hektare yang berada di kawasan hutan di Provinsi Riau. Langkah ini merupakan bentuk kepatuhan MGRO terhadap ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) serta upaya pemerintah memperkuat tata kelola pemanfaatan kawasan hutan oleh pelaku usaha.

Penyelesaian ini disampaikan Mahkota Group dalam Keterbukaan Informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui surat resmi bernomor 021/MG/X/2025 tertanggal 10 Oktober 2025. Klarifikasi tersebut sekaligus menjadi tanggapan atas permintaan penjelasan bursa terkait pemberitaan di media massa mengenai aktivitas perkebunan perusahaan di dalam kawasan hutan.

“Perseroan telah mengajukan permohonan penyelesaian keterlanjuran kegiatan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 1 Maret 2022, dan saat ini proses tersebut telah diselesaikan,” tulis manajemen MGRO dalam surat yang ditandatangani Direktur Utama Usli Sarsi.

Lahan yang dimaksud berada di Desa Danau Rambai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, dan telah diserahkan kepada Pokja Penegakan Hukum Satgas Penertiban Kawasan Hutan Provinsi Riau pada 4 Agustus 2025.

 

Tidak Ada Sanksi atau Dampak Material

Dalam keterangannya, Mahkota Group menegaskan bahwa hingga kini tidak ada sanksi administratif, surat tagihan, atau tuntutan hukum yang diterima dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Satgas Penguatan Tata Kelola Hutan (PKH), Kejaksaan Agung, maupun lembaga pemerintah lainnya.

“Perseroan belum menerima surat pemberitahuan atau sanksi dari instansi terkait, sehingga belum dapat menyampaikan estimasi potensi denda atau kewajiban finansial,” jelas manajemen MGRO.

Dari sisi keuangan, perusahaan menilai nilai lahan yang terlibat—yakni sekitar Rp2,72 miliar—tidak signifikan terhadap total aset tetap konsolidasian grup yang mencapai Rp115,43 triliun per akhir periode pelaporan. Dengan porsi hanya 2,36% dari total aset tetap, dampak terhadap kinerja keuangan dan keberlanjutan usaha (going concern) dinilai tidak material.

“Nilai lahan tersebut sangat kecil dalam konteks konsolidasi grup yang mencapai triliunan rupiah, sehingga tidak berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha maupun nilai saham MGRO,” tulis manajemen.

 

Langkah Kepatuhan dan Mitigasi Risiko

Sebagai langkah proaktif, Mahkota Group melakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh atas seluruh portofolio lahan yang dimiliki. Tujuannya untuk memastikan setiap area perkebunan beroperasi sesuai dengan izin, peraturan tata ruang, serta ketentuan kehutanan yang berlaku.

Manajemen juga menyebutkan telah menyiapkan mekanisme mitigasi risiko, termasuk opsi kerja sama operasional (KSO) dengan PT Agrinas Palma Nusantara, sebagai bentuk tanggung jawab hukum dan keberlanjutan operasional.

“Kerja sama ini diusulkan agar lahan tetap dapat dikelola secara legal sesuai dengan arahan pemerintah melalui Pokja Penegakan Hukum Satgas Penertiban Kawasan Hutan,” ujar manajemen MGRO.

Langkah ini menunjukkan keseriusan perusahaan dalam mengikuti prosedur penyelesaian keterlanjuran lahan perkebunan sawit di kawasan hutan, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Evaluasi dan Penetapan Kawasan Hutan, serta Peraturan Menteri LHK No. 7 Tahun 2021.

 

Konteks Industri dan Kepatuhan Hukum

Kasus keterlanjuran lahan perkebunan sawit di kawasan hutan menjadi salah satu isu krusial dalam industri perkebunan nasional. Berdasarkan data Kementerian LHK, terdapat jutaan hektare lahan sawit di seluruh Indonesia yang masih berada di dalam kawasan hutan akibat tumpang tindih izin lama dan perubahan kebijakan tata ruang.

UU Cipta Kerja memberikan jalan keluar berupa mekanisme penyelesaian administratif, yang memungkinkan perusahaan memperbaiki status legalitasnya tanpa harus melalui proses hukum pidana, selama memenuhi syarat dan membayar kompensasi sesuai ketentuan.

Dalam konteks ini, penyelesaian legalitas oleh MGRO menandai langkah nyata korporasi dalam mendukung upaya pemerintah memperbaiki tata kelola agraria dan kehutanan yang lebih transparan dan berkeadilan.

“Tindakan MGRO menjadi contoh implementasi regulasi pasca-UUCK yang menekankan penyelesaian berbasis kepatuhan administratif, bukan pendekatan represif,” ujar seorang pengamat lingkungan dari Universitas Riau, Dr. Iwan Cahyadi, saat dimintai tanggapan.

 

Komitmen Keberlanjutan dan Tata Kelola

Sebagai emiten yang bergerak di sektor kelapa sawit, Mahkota Group menegaskan komitmennya terhadap prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dan praktik tata kelola perusahaan yang baik (GCG).

“Kami berkomitmen memastikan seluruh kegiatan usaha sejalan dengan peraturan pemerintah dan prinsip keberlanjutan. Penyelesaian legalitas lahan ini menjadi bagian dari langkah konsolidasi menuju operasi yang lebih transparan dan bertanggung jawab,” tulis manajemen MGRO dalam keterangannya.

Mahkota Group juga terus meningkatkan sistem pengawasan internal dan kepatuhan hukum di setiap unit bisnis, termasuk memperkuat koordinasi dengan instansi kehutanan, agraria, dan lingkungan.

 

Penyelesaian legalitas lahan di Riau menegaskan posisi MGRO sebagai perusahaan yang adaptif terhadap perubahan regulasi dan berorientasi pada kepatuhan hukum. Dengan selesainya proses legalisasi tersebut, Mahkota Group menutup potensi risiko hukum yang dapat mengganggu stabilitas bisnis di masa depan.

Langkah ini tidak hanya memperkuat reputasi perusahaan di mata regulator dan investor, tetapi juga menjadi bagian dari transformasi tata kelola perkebunan sawit Indonesia menuju praktik usaha yang legal, transparan, dan berkelanjutan.

 

Posting Komentar

0 Komentar