Kabar tak sedap kembali menerpa emiten penerbangan nasional yang juga badan usaha milik negara (BUMN), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA). Masih hangat kasus penyelundupan komponen motor Harley-Davidson yang membuat empat direksi Garuda dicopot, kini kabar lain berembus dari Inggris.
Lembaga pemberantasan korupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO) diketahui melakukan penyelidikan atas dugaan suap yang melibatkan Bombardier Inc dalam penjualan pesawat ke Garuda Indonesia. Investigasi itu disampaikan oleh Bombardier bersamaan dengan rilis laporan keuangan kuartalan perusahaan asal Kanada tersebut.
Bombardier juga tengah melakukan audit internal terkait seluruh transaksi yang berkaitan dengan Garuda Indonesia, termasuk pembelian pesawat tipe CRJ1000 pada 2011 dan 2012 lalu. Bombardier menyebut telah melakukan audit sejak Mei saat pengadilan tindak pidana korupsi Indonesia memvonis bersalah eks Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Di tengah isu itu, Garuda Indonesia melaporkan rugi bersih pada kuartal III/2020. Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2020, perseroan mengalami rugi bersih US$1,07 miliar atau Rp16,03 triliun. Posisi tersebut berbanding terbalik dibandingkan catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih US$122,42 juta.
Penyebab utama penurunan itu adalah anjloknya pendapatan dari penerbangan berjadwal yang menjadi sumber utama pendapatan perseroan. Pandemi telah membuat sektor transportasi udara sangat terpukul. Masih beruntung jika tidak sampai terjadi kebangkrutan.
Keluarnya dua berita itu ternyata tidak menggoyang saham GIAA di Bursa Efek. GIAA diperdagangkan pada harga Rp242 per saham, dan tidak berubah hingga penutupan bursa.
Saham GIAA sendiri telah turun 51,41% selama tahun berjalan, namun tercatat naik 32,24% dalam rentang 6 bulan terakhir.
Investor asing pun mencatat net buy pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (6/11/2020), sebesar Rp71,73 miliar.
0 Komentar