Receh.in — Harga minyak dunia berhasil pulih di akhir sesi perdagangan Jumat (7/11) setelah sempat melemah di pertengahan sesi, didorong oleh harapan adanya kesepakatan antara Amerika Serikat dan Hungaria terkait penggunaan minyak mentah asal Rusia.
Kontrak Brent ditutup menguat 0,39% ke US$63,63 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 0,54% ke US$59,75 per barel. Meski demikian, kedua patokan harga tersebut tetap mencatatkan penurunan mingguan sekitar 2% karena meningkatnya produksi dari negara-negara anggota OPEC+ dan kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan minyak global.
Harapan dari Pertemuan Trump–Orban
Kenaikan harga minyak di akhir sesi dipicu kabar positif dari Washington. Presiden AS Donald Trump dikabarkan bertemu dengan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban di Gedung Putih untuk membahas potensi kelonggaran sanksi terhadap perusahaan energi Rusia seperti Lukoil dan Rosneft.
“Kami memperhatikan pertemuan Trump dengan Orban untuk melihat apakah mungkin ada kesepakatan yang dapat memperlonggar sanksi terhadap Lukoil dan Rosneft,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital, dikutip Reuters.
Hungaria diketahui masih sangat bergantung pada pasokan energi Rusia sejak pecahnya konflik di Ukraina pada 2022 — sebuah posisi yang kerap menimbulkan gesekan dengan Uni Eropa dan NATO.
Permintaan Bahan Bakar Tertekan Shutdown AS
Sebelumnya, harga minyak sempat turun tajam setelah muncul kabar bahwa Administrasi Penerbangan Federal (FAA) memerintahkan maskapai mengurangi ribuan penerbangan domestik akibat kekurangan petugas pengatur lalu lintas udara yang terdampak penutupan pemerintahan (shutdown).
“Pengurangan penerbangan tersebut memotong banyak permintaan diesel,” kata Phil Flynn, analis senior Price Futures Group.
Kondisi ini menambah tekanan bagi pasar minyak yang sudah khawatir terhadap peningkatan stok minyak mentah AS sebesar 5,2 juta barel, menurut data Energy Information Administration (EIA). Stok minyak meningkat akibat naiknya impor dan turunnya aktivitas kilang, sementara persediaan bensin dan distilat justru menurun.
Produksi OPEC+ Naik, Pasokan Global Melimpah
Kekhawatiran akan kelebihan pasokan juga dipicu keputusan OPEC+ yang memutuskan untuk menaikkan produksi secara terbatas pada Desember, meski menunda rencana ekspansi lebih lanjut di kuartal pertama 2026 guna menyeimbangkan pasar.
Pasokan minyak yang berlimpah juga mendorong Arab Saudi memangkas harga jual resmi (OSP) minyak untuk pasar Asia bulan Desember. Namun, sanksi AS dan Eropa terhadap Rusia dan Iran masih mengganggu arus pasokan ke China dan India, sehingga memberi sedikit dukungan bagi harga global.
Data terbaru menunjukkan impor minyak China pada Oktober naik 2,3% secara bulanan dan 8,2% secara tahunan menjadi 48,36 juta ton, mencerminkan aktivitas kilang yang masih tinggi.
“China terus mengimpor minyak dalam jumlah besar pada Oktober, membuat pasokan tetap menjauh dari negara-negara OECD yang persediaannya masih rendah,” ujar analis UBS Giovanni Staunovo.
Sentimen Negatif: Tekanan Sanksi dan Ketidakpastian Global
Sementara itu, ketegangan geopolitik tetap menjadi faktor penghambat pemulihan harga. Perusahaan perdagangan komoditas asal Swiss, Gunvor, dilaporkan menarik diri dari rencana akuisisi aset luar negeri Lukoil setelah Departemen Keuangan AS menolak kesepakatan tersebut karena dianggap terlalu dekat dengan kepentingan Rusia.
“Langkah ini menunjukkan AS masih mempertahankan tekanan maksimal terhadap Rusia, dan menegaskan kemungkinan penegakan sanksi yang lebih ketat terhadap Rosneft dan Lukoil,” kata Vandana Hari, analis energi di Vanda Insights.
Dengan kondisi pasar yang masih dibayangi ketidakpastian, pelaku pasar minyak kini menantikan perkembangan negosiasi AS–Hungaria, serta rilis data ekonomi Amerika Serikat yang tertunda akibat shutdown. Keduanya dinilai akan menjadi penentu arah harga minyak dalam pekan mendatang.
0 Komentar