Ticker

4/recent/ticker-posts

Data BNPB: Hampir 3.000 Bencana Terjadi Sepanjang 2025, Banjir Mendominasi Tanah Air

Daftar Isi [Tampilkan]

Receh.in – Indonesia kembali dihadapkan pada tingginya intensitas bencana alam sepanjang 2025. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 27 November 2025, tercatat 2.942 kejadian bencana di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, banjir menjadi bencana yang paling banyak terjadi dengan total 1.454 kejadian—menegaskan bahwa ancaman hidrometeorologi masih menjadi persoalan utama negeri tropis ini.

Sebaran kejadian banjir terlihat meluas di seluruh provinsi, namun beberapa wilayah mencatat intensitas yang jauh lebih tinggi dibanding lainnya. Kondisi cuaca ekstrem, degradasi lingkungan, serta urbanisasi yang tidak terkendali menjadi kombinasi yang memperparah frekuensi kejadian tersebut.

 

Jawa Barat Memimpin, Pulau Jawa Menanggung Beban Terberat

Jika dirinci menurut wilayah, Pulau Jawa menjadi episentrum banjir di Indonesia sepanjang tahun ini. Jawa Barat berada di posisi teratas dengan 160 kejadian, atau sekitar 11% dari seluruh banjir nasional. Provinsi ini memang memiliki karakteristik geografis dan kepadatan penduduk yang menjadikannya sangat rentan terhadap luapan sungai dan genangan ekstrem.

Jawa Timur menyusul dengan 151 kejadian, diikuti Jawa Tengah dengan 131 kejadian banjir. Ketiga provinsi ini—yang sekaligus menjadi pusat kepadatan populasi dan aktivitas ekonomi nasional—kembali menunjukkan betapa pentingnya tata ruang dan pengelolaan lingkungan yang lebih adaptif terhadap intensitas hujan yang makin sulit diprediksi.

Di luar Pulau Jawa, Sulawesi Tengah menempati posisi tertinggi dengan 93 kejadian. Lampung mencatat 80 kejadian, sementara Riau berada di angka 74 kejadian. Sumatra Utara dan Nusa Tenggara Barat juga masuk daftar provinsi rawan dengan masing-masing 71 dan 68 kejadian banjir.

Sebaliknya, beberapa provinsi hanya mengalami satu hingga beberapa kejadian. Kepulauan Riau, Papua Selatan, dan Papua Tengah merupakan daerah dengan jumlah banjir paling sedikit, masing-masing mencatat satu kejadian sepanjang hampir satu tahun. Papua Barat Daya berada sedikit di atasnya dengan tiga kejadian.

 

Peta Lengkap Kejadian Banjir 2025

Berikut daftar lengkap jumlah banjir per provinsi berdasarkan data BNPB periode 1 Januari–27 November 2025:

  • 160 – Jawa Barat
  • 151 – Jawa Timur
  • 131 – Jawa Tengah
  • 93 – Sulawesi Tengah
  • 80 – Lampung
  • 74 – Riau
  • 71 – Sumatra Utara
  • 68 – Nusa Tenggara Barat
  • 55 – Banten
  • 52 – Sumatra Selatan
  • 51 – Sulawesi Selatan
  • 41 – Maluku Utara
  • 38 – Kalimantan Tengah
  • 35 – Aceh
  • 35 – Nusa Tenggara Timur
  • 34 – Gorontalo
  • 33 – Kalimantan Timur
  • 31 – Kalimantan Barat
  • 31 – Kalimantan Selatan
  • 25 – Jambi
  • 25 – Sulawesi Utara
  • 23 – DKI Jakarta
  • 22 – Sumatra Barat
  • 14 – Maluku
  • 11 – Kalimantan Utara
  • 11 – Sulawesi Tenggara
  • 10 – Bengkulu
  • 10 – Papua
  • 9 – Sulawesi Barat
  • 5 – Bali
  • 5 – DI Yogyakarta
  • 5 – Papua Barat
  • 5 – Papua Pegunungan
  • 4 – Kepulauan Bangka Belitung
  • 3 – Papua Barat Daya
  • 1 – Kepulauan Riau
  • 1 – Papua Selatan
  • 1 – Papua Tengah

Peta data ini memberi gambaran yang jelas tentang ketimpangan kerentanan antarwilayah, sekaligus memperlihatkan bagaimana faktor geografis, tata kota, dan kondisi hidrologis berpengaruh besar terhadap frekuensi banjir.

 

Ancaman Banjir Berkepanjangan dan Tantangan Penanganan

Tingginya angka banjir pada 2025 sejalan dengan pola cuaca yang semakin ekstrem. Intensitas hujan meningkat, sementara kualitas tata ruang dan pengelolaan daerah aliran sungai masih menghadapi berbagai kendala. Di banyak provinsi, banjir bukan hanya masalah curah hujan, melainkan hasil dari kombinasi deforestasi, sedimentasi sungai, perubahan penggunaan lahan, dan urbanisasi cepat yang tidak diimbangi infrastruktur resapan.

Wilayah seperti Jawa Barat dan Jawa Timur menunjukkan pola kerentanan yang konsisten setiap tahun, sementara daerah di luar Jawa mencatat peningkatan kejadian seiring perluasan wilayah pemukiman dan aktivitas industri. Di sisi lain, provinsi dengan kejadian rendah bukan berarti bebas risiko; intensitas curah hujan yang bergeser dan perubahan iklim membuat ancaman banjir semakin tidak merata dan sulit diprediksi.

Lonjakan hampir tiga ribu bencana di 2025, dengan banjir sebagai penyumbang terbesar, menunjukkan bahwa risiko hidrometeorologi Indonesia berada pada tingkat yang semakin kompleks. Ketergantungan pada respons darurat tidak lagi memadai; diperlukan pendekatan mitigasi struktural dan non-struktural yang lebih serius. Tata ruang berbasis risiko, penguatan infrastruktur resapan, rehabilitasi ekosistem sungai, dan edukasi publik menjadi kebutuhan mendesak. Tanpa koreksi struktural, angka banjir dalam beberapa tahun mendatang berpotensi meningkat seiring perubahan iklim dan tekanan pembangunan.

 

Posting Komentar

0 Komentar