Ticker

4/recent/ticker-posts

Hubungan Iran dan Israel Sebelum Revolusi 1979

Daftar Isi [Tampilkan]


Hubungan internasional di kawasan Timur Tengah selama abad ke-20 ditandai oleh dinamika konflik, aliansi strategis, dan perubahan geopolitik yang kompleks. 

Salah satu hubungan yang paling menarik namun kurang dikenal luas adalah antara Iran dan Israel sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979. 

Dalam periode ini, Iran yang dipimpin oleh Shah Mohammad Reza Pahlavi menjalin kerja sama diam-diam dengan Israel, sebuah negara yang tidak diakui oleh mayoritas negara-negara Muslim. 

Meski tanpa hubungan diplomatik resmi, keduanya menjalin hubungan yang erat di berbagai bidang, termasuk militer, ekonomi, dan intelijen. 

Setelah Perang Dunia II, Timur Tengah menjadi panggung utama rivalitas antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam konteks Perang Dingin. 

Negara-negara seperti Mesir, Suriah, dan Irak condong ke arah nasionalisme Arab yang anti-Barat dan sering kali pro-Soviet. 

Sebaliknya, Iran di bawah Shah dan Israel merupakan dua kekuatan non-Arab yang pro-Barat, dengan kepentingan bersama untuk membendung pengaruh negara-negara Arab radikal.

Periphery Doctrine

Israel mengembangkan strategi yang dikenal sebagai "Periphery Doctrine," yakni membangun hubungan dengan negara-negara non-Arab di sekitar Timur Tengah sebagai penyeimbang kekuatan negara-negara Arab. 

Iran, bersama Turki dan Ethiopia, menjadi mitra utama dalam doktrin ini. Bagi Iran, aliansi ini penting untuk mengamankan stabilitas internal dan memperkuat posisinya sebagai kekuatan regional.

Kerja sama paling signifikan antara Iran dan Israel terjadi di bidang intelijen. Mossad (Israel) dan SAVAK (Iran) menjalin kolaborasi erat dalam pertukaran informasi, pelatihan agen, dan operasi kontra-komunis serta kontra-Arab di kawasan. 

Beberapa operasi bahkan melibatkan kerja sama langsung untuk membatasi pengaruh gerakan-gerakan pro-Palestina dan oposisi Islamis di Iran.

Salah satu proyek militer bersama yang paling dikenal adalah "Project Flower" pada akhir 1970-an. Proyek ini merupakan inisiatif bersama untuk mengembangkan rudal jarak menengah yang dapat membawa hulu ledak konvensional dan mungkin nuklir. 

Proyek ini menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi antara kedua negara, meskipun proyek ini dihentikan ketika Revolusi Islam meletus.

Israel juga memasok senjata dan teknologi militer ke Iran, termasuk sistem radar, pesawat tak berawak, dan pelatihan militer untuk pasukan elite Iran.

Iran merupakan salah satu pemasok utama minyak bagi Israel, terutama setelah negara-negara Arab memboikot Israel dalam konteks konflik Arab-Israel. 

Sebagai imbalannya, Israel mengirimkan teknologi pertanian, sistem irigasi, dan produk industri lainnya ke Iran. 

Transaksi perdagangan ini dilakukan secara rahasia menggunakan perusahaan-perusahaan perantara di Eropa untuk menghindari sorotan internasional.

Secara resmi, Iran tetap mendukung perjuangan Palestina dan menghindari pengakuan terbuka terhadap Israel. 

Namun, posisi ini lebih merupakan simbol politik untuk menjaga legitimasi domestik, terutama di mata kelompok Islamis. 

Di balik layar, Shah Iran memiliki pandangan yang sangat pragmatis dan melihat hubungan dengan Israel sebagai bagian dari strategi keamanan nasional.

Michael B. Oren mencatat bahwa Shah menganggap Israel sebagai mitra strategis dalam menahan ekspansi komunisme dan nasionalisme Arab yang dianggap mengancam stabilitas kawasan.

 

Revolusi Islam 1979

Revolusi Islam Iran tahun 1979 menandai akhir dari hubungan strategis ini. Pemerintahan baru di bawah Ayatollah Khomeini secara terbuka mengutuk Israel sebagai "setan kecil" dan penjajah Palestina. Hubungan diplomatik diputuskan secara total, dan Iran bertransformasi menjadi salah satu musuh utama Israel di kawasan.

Pasca-revolusi, Iran tidak hanya memutus kerja sama dengan Israel, tetapi juga aktif mendukung kelompok-kelompok perlawanan seperti Hizbullah dan Hamas yang berideologi anti-Israel. Ini menandai pergeseran dramatis dari hubungan pragmatis menjadi permusuhan ideologis yang terus berlanjut hingga hari ini.

Hubungan antara Iran dan Israel sebelum Revolusi 1979 merupakan aliansi strategis yang dibentuk bukan atas dasar kesamaan nilai, tetapi karena kebutuhan geopolitik dan ancaman bersama. 

Kedua negara memanfaatkan hubungan ini untuk memperkuat posisi regional mereka dalam menghadapi musuh-musuh bersama. 

Namun, hubungan ini bersifat rapuh dan bergantung pada stabilitas internal masing-masing negara. Revolusi Islam 1979 menunjukkan betapa cepatnya kepentingan strategis dapat berubah menjadi permusuhan ideologis ketika terjadi perubahan rezim yang mendalam.

Daftar Pustaka

  1. Parsi, Trita. Treacherous Alliance: The Secret Dealings of Israel, Iran, and the United States. Yale University Press, 2007.

  2. Menashri, David. Iran: A Decade of War and Revolution. Holmes & Meier, 1990.

  3. Oren, Michael B. Power, Faith, and Fantasy: America in the Middle East, 1776 to the Present. W.W. Norton & Company, 2007.

  4. Ehteshami, Anoushiravan. "The Iranian-Israeli Nexus: A Critical View." Third World Quarterly.

  5. Middle East Journal. "Iran and Israel: From Covert Alliance to Overt Enmity."

  6. Wilson Center Digital Archive. Cold War International History Project. https://digitalarchive.wilsoncenter.org/

Posting Komentar

0 Komentar