Teller bank sedang menghitung uang (generated by AI)
Receh.in – Ketidakpastian moneter global terus menjadi
tantangan utama bagi pasar keuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Namun, tinjauan pertengahan tahun 2025 dari Bank Indonesia (BI) memberikan gambaran optimis tentang ketahanan pasar keuangan domestik.
Laporan ini, yang disampaikan pada 29 Juli 2025, menyoroti serangkaian kebijakan strategis BI yang, jika terus diimplementasikan dengan cermat, dapat menjadi jangkar stabilitas di tengah gejolak global.
Melacak Jejak Gejolak Global: Tantangan dan Peluang
Dinamika pasar keuangan global pada paruh pertama 2025 menunjukkan adanya pergeseran sentimen.
Meredanya ketegangan perang dagang global, terutama dengan meredanya ketidakpastian kebijakan tarif AS dan tensi geopolitik di Timur Tengah, telah menciptakan ruang gerak yang lebih baik bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Ini merupakan angin segar yang membantu mengurangi tekanan eksternal pada nilai tukar dan pasar modal domestik.
Namun, optimisme ini harus dibarengi dengan kehati-hatian. Pelaku pasar masih memprakirakan penurunan Federal Funds Rate (FFR) sebanyak dua kali, meskipun ada risiko kenaikan inflasi di AS dan risiko penurunan pasar tenaga kerja di sana.
Hal ini menciptakan dilema bagi bank sentral, termasuk The Fed, dalam menyeimbangkan antara stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi.
Pergerakan yield US Treasury (UST) yang steepening, dengan yield tenor 2 tahun turun dan tenor 10 tahun naik, menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap prospek fiskal AS pasca disetujuinya OBBBA, serta isu independensi The Fed yang turut memengaruhi pergerakan yield UST.
Pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY) yang sempat tertahan oleh akselerasi inflasi AS pada bulan Juni, menunjukkan kompleksitas dinamika ekonomi global yang harus terus dicermati.
Bagi Indonesia, meredanya ketidakpastian tarif AS, terutama yang berkaitan langsung dengan Indonesia, telah berkontribusi pada penurunan CDS Indonesia 5Y, sebuah indikator positif bagi risiko negara.
Resiliensi Domestik: Buah dari Kebijakan Adaptif
Di tengah lanskap global yang penuh tantangan, pasar keuangan domestik Indonesia menunjukkan resiliensi yang patut diapresiasi.
Rebound pasar saham dan penguatan pasar SBN adalah bukti nyata dari efektivitas kebijakan yang diambil Bank Indonesia.
IHSG yang melesat ke level 7.614,77 pada 28 Juli 2025, didorong oleh perkembangan positif dalam negosiasi perang dagang dan optimisme pelaku pasar yang sejalan dengan penurunan BI Rate.
Di pasar SBN, penurunan BI Rate dan membaiknya sentimen global mendorong yield SBN 10 tahun turun ke level 6,52% pada tanggal yang sama.
Aliran modal asing yang masih tercatat net inflows secara year-to-date, terutama pada SBN, menjadi indikator kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Meskipun SRBI dan saham mencatat net outflows, keseluruhan tren inflows memberikan dukungan yang diperlukan untuk stabilitas pasar keuangan.
Bauran Kebijakan BI: Stabilisasi dan Pertumbuhan dalam Harmoni
Bank Indonesia secara konsisten menerapkan bauran kebijakan yang komprehensif, mencakup moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pendalaman pasar uang, dengan tujuan ganda: menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Di bidang moneter, keputusan RDG pada 15-16 Juli 2025 untuk menurunkan BI-Rate masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, dan Juli 2025, hingga mencapai 5,25%, adalah langkah krusial.
Penurunan suku bunga ini konsisten dengan target inflasi BI sebesar 2,5%±1% pada 2025-2026, menunjukkan komitmen BI dalam menjaga stabilitas harga sekaligus memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi.
Penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi valas dan strategi triple intervention (spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder) menjadi kunci dalam menjaga daya tarik aset domestik.
Selain itu, optimalisasi instrumen operasi moneter pro-market seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI, sejalan dengan blueprint pendalaman pasar uang-valas 2030, menunjukkan arah kebijakan yang progresif dan berorientasi pasar.
Dalam kebijakan makroprudensial, peningkatan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari maksimal 4% menjadi 5% dari DPK sejak 1 April 2025, serta penguatan implementasi Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari 30% menjadi 35% dari modal bank sejak 1 Juni 2025, bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas.
Pelonggaran likuiditas perbankan melalui penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) juga memberikan fleksibilitas bagi perbankan untuk mendukung perekonomian.
Sistem pembayaran pun tidak luput dari perhatian. Implementasi BSPI 2030 dengan fokus pada infrastruktur, industri, inovasi, internasional, dan Rupiah Digital, mencerminkan visi BI untuk sistem pembayaran yang modern dan efisien.
Perluasan akseptasi digitalisasi SP, seperti QRIS, BI-FAST, dan QRIS cross-border, menunjukkan komitmen BI dalam mendorong inklusi keuangan dan mendukung sektor pariwisata.
Inflasi Terjaga Rendah: Pondasi Stabilitas Ekonomi
Inflasi yang tetap terjaga rendah merupakan fondasi penting bagi stabilitas perekonomian Indonesia.
Pada Juni 2025, inflasi IHK tercatat sebesar 1,87% (yoy), sebuah angka yang impresif mengingat dinamika global. Pencapaian ini ditopang oleh inflasi inti yang menurun (2,37% yoy), inflasi volatile food yang rendah (0,57% yoy), dan inflasi administered prices yang terkendali (1,34% yoy).
Sinergi antara Bank Indonesia dan Pemerintah Pusat serta Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP/TPID) dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) terbukti efektif dalam menjaga pasokan komoditas pangan utama dan mengendalikan inflasi volatile food.
Ke depan, BI meyakini prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 akan semakin rendah, berada dalam sasaran 2,5±1%, didukung oleh ekspektasi inflasi yang terjangkar, kapasitas ekonomi yang memadai, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif digitalisasi.
Stabilitas Rupiah dan Cadangan Devisa yang Kuat
Nilai tukar Rupiah yang stabil adalah salah satu pilar utama ketahanan pasar keuangan. Pergerakan nilai tukar Rupiah pada paruh pertama 2025 sangat dipengaruhi oleh dinamika tensi dagang dan kebijakan bank sentral utama.
Upaya stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia melalui berbagai instrumen operasi moneter, termasuk triple intervention di pasar valas, telah berhasil menahan volatilitas Rupiah dibandingkan mata uang negara sejenis.
Posisi cadangan devisa yang tetap tinggi, mencapai 152,6 miliar dolar AS pada akhir Juni 2025, menjadi bantalan kuat yang memberikan keyakinan kepada pasar.
Jumlah ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Dengan komitmen BI yang kuat dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik, nilai tukar Rupiah diprakirakan akan terus stabil.
Peran Strategis SRBI dan Pasar Uang
Pengelolaan pasar uang oleh Bank Indonesia melalui penerbitan SRBI menunjukkan keberhasilan dalam mendukung transmisi kebijakan dan mengelola aliran modal. Meskipun volume penerbitan dan yield SRBI cenderung turun pada 2025 (dari Rp 923,53 triliun menjadi Rp 751,33 triliun), hal ini sejalan dengan upaya BI dalam menjaga kecukupan likuiditas pasar uang dan perbankan.
Penurunan yield SRBI perdana hingga 173 bps, melampaui penurunan BI Rate sebesar 75 bps, mengindikasikan efektivitas strategi ini dalam mengarahkan suku bunga pasar.
Penurunan SRBI juga berdampak pada komposisi OM tenor panjang yang menurun, diikuti oleh penurunan INDONIA dan suku bunga pasar uang tenor lainnya.
Transmisi suku bunga ini juga terlihat pada penurunan yield SBN di seluruh tenor, dengan yield SBN 10 tahun turun 51 bps secara ytd ke level 6,51%.
Ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter BI meresap dengan baik ke dalam sistem keuangan.
Pendalaman Pasar Keuangan: Membangun Ekosistem yang Kuat
Pengembangan produk, penetapan harga (pricing), dan peningkatan partisipasi pelaku di pasar uang dan valas adalah pilar-pilar penting dalam strategi pendalaman pasar uang Bank Indonesia (BPPU 2030).
Peningkatan tajam transaksi pasar uang dari Rp 10 triliun pada 2020 menjadi Rp 48 triliun pada Juni 2025, dengan repo dan pasar sekunder SRBI sebagai game changer, menunjukkan pertumbuhan dan efisiensi pasar yang signifikan.
Di pasar valas, transaksi meningkat dua kali lipat dibandingkan 2020, baik pada transaksi spot maupun derivatif, yang penting sebagai sarana hedging bagi pelaku pasar.
Peningkatan jumlah pelaku dan interkoneksi di pasar interbank repo dan pasar valas juga mencerminkan ekosistem pasar yang semakin matang dan terintegrasi.
Sinergi Fiskal-Moneter: Kunci Pertumbuhan Berkelanjutan
Salah satu kekuatan utama dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sinergi yang erat antara Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah.
Sinergi ini terwujud dalam beberapa aspek krusial:
- Stabilitas Makroekonomi: Koordinasi dalam penyusunan APBN untuk memastikan stabilitas pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, defisit fiskal, dan suku bunga SBN.
- Pengendalian Inflasi: Kerjasama melalui TPI dan GNPIP di tingkat pusat dan daerah untuk mengendalikan inflasi.
- Pembelian SBN: Pembelian SBN oleh BI di pasar perdana dan sekunder telah mencapai Rp 147,59 triliun hingga 25 Juli 2025, menunjukkan dukungan BI terhadap pembiayaan negara.
- Insentif: Sinergi insentif fiskal Pemerintah dengan insentif likuiditas makroprudensial BI ke sektor-sektor prioritas seperti perumahan, ketahanan pangan, dan UMKM, secara efektif mendorong kredit dan mendukung pertumbuhan di sektor riil.
Prospek ke Depan: Optimisme yang Terukur
Secara keseluruhan, laporan Bank Indonesia ini menggambarkan optimisme yang terukur mengenai prospek pasar keuangan Indonesia.
Dengan kebijakan moneter yang adaptif, kebijakan makroprudensial yang mendukung pertumbuhan, sistem pembayaran yang inovatif, dan sinergi yang kuat dengan kebijakan fiskal pemerintah, Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk menjaga resiliensi pasar keuangannya di tengah era ketidakpastian moneter global.
Tantangan akan selalu ada, namun fondasi yang kuat yang telah dibangun, ditambah dengan komitmen BI untuk terus mencermati perkembangan dan menyesuaikan kebijakan, memberikan keyakinan bahwa pasar keuangan Indonesia akan tetap stabil dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
0 Komentar