Secara sederhana, trading adalah aktivitas jual beli aset untuk mencari keuntungan dalam jangka pendek. Kalau di pasar tradisional kita beli barang murah lalu menjualnya lebih mahal, di pasar keuangan pun konsepnya sama. Bedanya, yang diperjualbelikan bisa berupa saham, emas, forex, atau—dalam hal ini—cryptocurrency.
Nah, trading crypto berarti memperjualbelikan aset digital seperti Bitcoin, Ethereum, atau token lainnya di bursa crypto. Bedanya dengan investasi jangka panjang, trading fokus pada pergerakan harga dalam hitungan jam, hari, atau minggu, bukan bertahun-tahun.
Spot vs Derivatif: Dua Jenis Pasar di Crypto
Ada dua jenis pasar utama yang perlu kamu pahami:
1. Spot Market
Inilah tempat paling sederhana untuk memulai. Di spot market, kamu membeli aset crypto dengan harga tertentu, lalu menjualnya ketika harganya naik. Misalnya, beli Bitcoin di harga Rp500 juta, lalu menjualnya di harga Rp550 juta—selisihnya adalah keuntunganmu.
Konsep ini mirip seperti berdagang di pasar: beli murah, jual mahal.
2. Derivatif Market
Sedikit lebih kompleks, pasar derivatif tidak memperjualbelikan aset aslinya, melainkan kontrak. Dengan derivatif, kamu bisa membuka posisi long (untung ketika harga naik) atau short (untung ketika harga turun).
Fitur lain yang populer adalah leverage, yakni pinjaman modal dari exchange agar posisi trading lebih besar. Misalnya, dengan modal Rp10 juta dan leverage 10x, kamu bisa mengelola posisi senilai Rp100 juta.
Tapi hati-hati: kalau salah arah, kerugian juga bisa berlipat. Menurut laporan Bloomberg, banyak pemula yang kehilangan seluruh modalnya karena salah menggunakan leverage.
Trading vs Investasi: Apa Bedanya?
Sering kali orang mencampuradukkan trading dengan investasi. Padahal, keduanya berbeda:
- Investasi crypto: membeli aset digital dengan tujuan jangka panjang (bertahun-tahun). Contoh: membeli Bitcoin sebagai “tabungan masa depan” atau aset pelindung nilai.
- Trading crypto: fokus jangka pendek, memanfaatkan naik-turunnya harga dalam waktu singkat.
Dilansir dari CNBC, sebagian besar trader ritel tertarik pada crypto bukan hanya karena ingin menyimpan nilai, tapi karena volatilitas—pergerakan harga cepat yang bisa memberikan keuntungan dalam hitungan hari.
Gaya Trading yang Populer
Dalam dunia crypto, tidak ada satu gaya trading yang cocok untuk semua orang. Setiap trader biasanya memilih cara berbeda, tergantung pada berapa banyak waktu yang bisa ia luangkan dan seberapa besar toleransi risikonya.
1. Scalping
Scalping adalah gaya trading super cepat. Trader hanya menahan posisi dalam
hitungan menit hingga beberapa jam. Tujuannya jelas: mencari keuntungan kecil
dari pergerakan harga singkat, tapi dilakukan berkali-kali. Karena ritmenya
sangat cepat, scalping cocok untuk mereka yang tahan duduk berjam-jam di depan
layar.
2. Day Trading
Sesuai namanya, day trading berarti membuka dan menutup semua posisi dalam hari
yang sama. Trader tidak akan membiarkan posisinya menginap (overnight)
karena ingin menghindari risiko pergerakan harga tak terduga di luar jam aktif
mereka. Gaya ini menuntut fokus tinggi, tapi sedikit lebih “tenang” dibanding
scalping.
3. Swing Trading
Kalau kamu tidak bisa memantau chart setiap saat, swing trading bisa jadi
pilihan. Trader dengan gaya ini biasanya menahan posisi beberapa hari hingga
minggu, memanfaatkan tren menengah. Swing trader lebih sabar, mencari momen
masuk di awal tren, lalu keluar ketika tren melemah.
4. Position Trading atau Investasi
Berbeda dengan tiga gaya sebelumnya, position trading lebih mirip investasi
jangka panjang. Trader menahan aset berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun,
tanpa banyak intervensi. Mereka percaya pada potensi pertumbuhan aset di masa
depan, misalnya Bitcoin sebagai “emas digital”.
Faktor yang Mempengaruhi Trading Crypto
Harga crypto sangat dinamis, dan pergerakannya dipengaruhi oleh berbagai faktor:
- Permintaan & Penawaran → Semakin banyak orang membeli, harga naik; jika banyak yang menjual, harga turun.
- Sentimen Pasar → Tweet Elon Musk tentang Dogecoin misalnya, pernah membuat harga melonjak dalam sehari.
- Berita Global → Regulasi baru, peluncuran ETF, atau kebijakan bank sentral bisa langsung berdampak pada harga.
- Teknologi & Fundamental Proyek → Misalnya, upgrade jaringan Ethereum (The Merge) sempat memicu lonjakan minat investor.
Menurut Reuters, persetujuan SEC terhadap ETF Bitcoin spot di AS pada Januari 2024 adalah contoh nyata bagaimana regulasi bisa langsung memicu arus dana besar ke pasar crypto.
Risiko dalam Trading Crypto
Meski peluangnya besar, trading crypto penuh risiko yang tak bisa diabaikan:
- Volatilitas ekstrem → harga bisa naik 20% sehari, tapi juga bisa jatuh 30% dalam semalam.
- Risiko leverage → potensi cuan besar, tapi juga bisa membuat modal habis seketika.
- Keamanan exchange → kasus FTX pada 2022 menjadi pelajaran pahit tentang risiko menyimpan aset di platform yang tidak transparan.
- Psikologi trader → rasa serakah (greed) dan takut ketinggalan (FOMO) sering jadi penyebab kerugian.
Kesimpulan: Trading Crypto = Peluang & Tantangan
Jadi, apa itu trading crypto?
Trading crypto adalah aktivitas jual-beli aset digital dengan tujuan
memanfaatkan pergerakan harga jangka pendek. Ia populer karena volatilitas
tinggi, pasar 24/7, dan peluang profit besar. Namun, risiko yang mengintai juga
tidak main-main.
Bagi pemula, mulailah dari spot market, gunakan modal kecil, dan jangan terburu-buru mencoba derivatif atau leverage. Ingat, di balik setiap kisah sukses trader crypto, ada banyak kisah kegagalan yang jarang diceritakan.
Trading crypto bisa menjadi peluang menarik, tapi hanya bagi mereka yang siap belajar, disiplin, dan mengelola risiko dengan bijak.
0 Komentar