Receh.in | Harga emas dunia menembus rekor tertinggi baru di atas USD4.200 per troy ounce, Rabu (15/10/2025), didorong meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China serta spekulasi kuat mengenai pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat.
Kenaikan emas kali ini mempertegas status logam mulia tersebut sebagai aset lindung nilai (safe haven) di tengah memburuknya ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global.
Emas Sentuh Rekor USD4.200 per Ons
Data Reuters dan Bloomberg menunjukkan, emas spot naik 1,36% menjadi USD4.199,21 per troy ounce pada pukul 14.09 WIB, setelah menyentuh level tertinggi sepanjang masa USD4.200,11 di awal sesi perdagangan Asia.
Sementara itu, emas berjangka AS untuk kontrak Desember menguat 1,31% ke posisi USD4.217,80 per troy ounce, memperpanjang reli kenaikan yang sudah berlangsung selama tujuh hari berturut-turut.
Kenaikan ini menandai lonjakan 59% sepanjang tahun berjalan (year-to-date) — performa terbaik emas dalam lebih dari dua dekade terakhir.
Powell Dovish, Shutdown AS Jadi Pemicu Lonjakan
Analis Matt Simpson dari StoneX menjelaskan bahwa pernyataan dovish Chairman The Fed Jerome Powell dan penutupan pemerintahan AS (government shutdown) menjadi kombinasi katalis yang mendorong reli harga emas ke rekor baru.
“Shutdown pemerintah Amerika dan nada hati-hati Powell menjadi bahan bakar baru bagi lonjakan emas,” ujar Simpson.
Dalam pidatonya, Powell mengakui bahwa pasar tenaga kerja AS masih menunjukkan kelemahan, meski aktivitas ekonomi mulai pulih. Ia menegaskan bahwa keputusan suku bunga akan diambil secara “rapat per rapat”, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara inflasi yang tinggi dan lemahnya lapangan kerja.
Pelaku pasar kini menilai peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed bulan Oktober dan Desember masing-masing berada di atas 75%, berdasarkan data dari FedWatch CME.
Kondisi tersebut menciptakan lingkungan yang kondusif bagi emas, karena suku bunga yang lebih rendah mengurangi daya tarik aset berbunga seperti obligasi dan dolar AS, sekaligus meningkatkan minat terhadap logam mulia yang tidak memberikan imbal hasil bunga.
Ketegangan Dagang AS–China Kembali Memanas
Faktor geopolitik juga memainkan peran besar dalam reli harga emas kali ini. Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa pemerintahannya tengah mempertimbangkan untuk memutus sebagian hubungan dagang dengan China, termasuk pada sektor minyak goreng dan bahan baku strategis.
Langkah ini memicu tarif balasan dari Beijing berupa pembatasan akses pelabuhan dan pungutan tambahan untuk produk-produk asal AS, memperburuk hubungan kedua negara yang sebelumnya sempat mencair.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya menyebut, meski proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 sedikit meningkat berkat kondisi keuangan yang lebih longgar, ketegangan dagang AS–China tetap menjadi risiko utama yang bisa menekan momentum pertumbuhan pada 2026.
Bank Sentral Dunia Beli Emas Besar-besaran
Selain faktor geopolitik, harga emas juga terdorong oleh pembelian masif oleh bank-bank sentral dunia, terutama dari kawasan Asia dan Timur Tengah, yang tengah mempercepat diversifikasi cadangan devisa dari dolar AS ke emas.
Tren dedolarisasi global ini kian kuat setelah beberapa negara penghasil komoditas mulai menggunakan mata uang lokal atau emas sebagai alat pembayaran alternatif dalam perdagangan lintas negara.
Simpson menilai reli kali ini juga dipicu oleh aksi spekulatif investor jangka pendek.
“Kenaikan harga emas kini juga menjadi momentum trade — banyak pelaku pasar membeli bukan karena fundamental, tapi karena takut tertinggal dari tren,” jelasnya.
Logam Mulia Lain Ikut Bersinar
Reli emas turut diikuti oleh kenaikan harga logam mulia lainnya:
- Perak naik 1,9% menjadi USD52,43 per troy ounce, setelah sehari sebelumnya menyentuh rekor USD53,60.
- Platinum menguat 0,8% ke USD1.644,49 per troy ounce.
- Paladium naik 0,8% menjadi USD1.537,19 per troy ounce.
Kenaikan perak juga ditopang keketatan pasokan fisik di pasar spot serta meningkatnya permintaan industri dari sektor energi terbarukan dan otomotif.
Kesimpulan Receh.in
Rekor baru emas di atas USD4.200 per troy ounce menegaskan bahwa ketidakpastian global kini berada pada fase kritis — di mana pelaku pasar kembali berbondong-bondong mencari perlindungan di aset riil.
Dengan The Fed yang bersiap memangkas suku bunga, ketegangan AS–China yang memburuk, dan pembelian besar-besaran oleh bank sentral dunia, prospek emas masih mengarah ke tren bullish jangka panjang.
💬 “Emas kini bukan sekadar aset lindung nilai, tapi juga simbol defensi terhadap risiko politik, moneter, dan dedolarisasi global,” — Receh.in Market Insight.
0 Komentar