Receh.in | Harga emas dunia kembali meledak menembus rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Kamis (16/10) waktu AS, seiring meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven di tengah memanasnya hubungan dagang Amerika Serikat (AS)–China dan ketidakpastian akibat penutupan sebagian pemerintahan (government shutdown) AS.
Dikutip dari Reuters, harga emas spot naik 2,83%
menjadi US$4.326,58 per ounce, setelah sempat mencapai level tertinggi
sepanjang masa di US$4.330,25 per ounce.
Sementara itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember ditutup
menguat 2,5% ke US$4.304,60 per ounce, usai sempat menyentuh rekor
intraday US$4.335.
Lonjakan Permintaan Safe Haven
Reli tajam ini mencerminkan lonjakan minat investor terhadap aset lindung nilai (hedging asset) di tengah situasi geopolitik global yang makin panas. Hubungan dagang AS–China kembali memburuk setelah Washington menuding kebijakan ekspor mineral tanah jarang (rare earth) Beijing dapat mengancam rantai pasok global.
“Pasar kini bereaksi terhadap kombinasi dua hal besar: ketegangan geopolitik yang belum mereda dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed,” kata Zain Vawda, analis MarketPulse dari OANDA.
“Jika negosiasi dagang gagal dan hubungan AS–China terus memburuk, harga emas sangat mungkin menembus level US$5.000 per ounce pada 2026,” ujarnya menambahkan.
The Fed dan Faktor Dolar
Investor juga bersiap menghadapi pemangkasan suku bunga
Federal Reserve (The Fed) pada dua pertemuan berikutnya, Oktober dan
Desember 2025, masing-masing dengan probabilitas 98% dan 95%.
Kebijakan suku bunga rendah biasanya meningkatkan daya tarik emas,
karena menurunkan imbal hasil aset berisiko dan memperlemah dolar AS.
“Setiap koreksi jangka pendek kemungkinan hanya sementara. Investor bullish akan memanfaatkan pelemahan untuk kembali masuk,” ujar Vawda.
Bank investasi HSBC turut menaikkan proyeksi harga rata-rata emas 2025 menjadi US$3.355 per ounce, dari sebelumnya US$3.050. Peningkatan ini didorong oleh permintaan safe haven akibat geopolitik yang tegang, ketidakpastian ekonomi, dan tren pelemahan dolar AS yang berlanjut.
Shutdown AS dan Risiko Ekonomi
Penutupan sebagian pemerintahan AS yang belum juga berakhir
turut menambah ketidakpastian. Beberapa data ekonomi resmi tertunda
perilisannya, termasuk data inflasi dan ketenagakerjaan.
Seorang pejabat Departemen Keuangan AS memperkirakan bahwa shutdown
berkepanjangan dapat mengakibatkan kerugian hingga US$15 miliar per pekan,
karena menekan produktivitas nasional dan aktivitas bisnis.
Kondisi tersebut membuat pelaku pasar semakin berhati-hati, dan memperkuat posisi emas sebagai instrumen pelindung nilai terhadap risiko fiskal maupun politik.
Emas Naik 60% Sepanjang Tahun
Secara keseluruhan, harga emas telah melonjak lebih dari 60% sepanjang 2025, didorong oleh kombinasi faktor:
- Ketegangan geopolitik global (terutama AS–China dan konflik Ukraina)
- Spekulasi pemangkasan agresif suku bunga The Fed
- Pembelian besar-besaran oleh bank sentral dunia
- Tren de-dolarisasi di beberapa negara berkembang
- Arus masuk masif ke produk investasi berbasis emas, seperti ETF emas.
Data Bloomberg menunjukkan, kepemilikan SPDR Gold Trust — ETF emas terbesar di dunia — naik ke 1.028 ton, tertinggi sejak 2022.
Logam Mulia Lain Ikut Menguat
Kenaikan harga emas juga mendorong reli logam mulia lainnya:
- Perak spot naik 1,8% ke US$54,04 per ounce, setelah sempat menyentuh rekor baru di US$54,15.
- Platinum melesat 3,2% ke US$1.706,65 per ounce.
- Paladium melonjak 4,6% ke US$1.606 per ounce.
Kesimpulan Receh.in
Lonjakan harga emas ke atas US$4.300 per ounce menandai babak baru reli safe haven asset global. Dengan risiko geopolitik yang tinggi dan arah kebijakan moneter AS yang condong longgar, sentimen terhadap emas masih akan bullish hingga akhir tahun.
💬 “Investor global tampaknya kembali ke mode bertahan — dan dalam situasi seperti ini, emas adalah senjata utama.” — Receh.in Global Markets Review
0 Komentar