Ticker

4/recent/ticker-posts

Ekspor Timah Olahan Indonesia Melonjak 3,94% pada September 2025

Daftar Isi [Tampilkan]

Poin Penting

  1. Volume ekspor timah olahan Indonesia pada September 2025 mencapai 4.844,21 ton, turun 3,94% secara tahunan namun melonjak hampir 50% dibanding Agustus — menandakan pemulihan pasokan dan permintaan pasca tekanan pertengahan tahun.
  2. Kenaikan ekspor terjadi di tengah pengetatan regulasi tambang ilegal dan pemulihan aktivitas smelter, dengan PT Timah menargetkan produksi 21.500 ton refined tin tahun ini.
  3. Harga timah dunia stabil di kisaran US$29.000–30.000 per ton, ditopang kekhawatiran pasokan global dan meningkatnya permintaan solder elektronik dari China dan India.

 

Recehin — Ekspor timah olahan Indonesia pada September 2025 tercatat 4.844,21 metrik ton, turun tipis 3,94% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (5.043,13 ton). Namun secara bulanan, kinerja ekspor melonjak hampir 50% dibanding Agustus yang hanya 3.246,46 ton, menurut data Kementerian Perdagangan yang dikutip Reuters.

Kenaikan signifikan ini menandai titik balik pemulihan sektor timah nasional setelah penurunan tajam di pertengahan tahun. Sepanjang paruh pertama 2025, ekspor timah Indonesia sempat tersendat akibat lemahnya aktivitas tambang dan gangguan cuaca di Bangka Belitung.

Meskipun ekspor September belum melampaui capaian pada bulan Maret (5.780 ton) dan Mei (5.458 ton), pergerakan ini menjadi sinyal positif di tengah fluktuasi harga logam dasar global yang masih sensitif terhadap perubahan pasokan dan kebijakan ekspor.

 

Fluktuasi Ekspor 2025: Dari Lonjakan Ekstrem hingga Pemulihan Bertahap

Kinerja ekspor timah Indonesia sepanjang 2025 menunjukkan volatilitas tajam. Januari mencatat lonjakan luar biasa sebesar 39.146% secara tahunan akibat basis yang sangat rendah di awal 2024, ketika aktivitas ekspor hampir terhenti karena revisi izin tambang.
Pada April dan Mei, ekspor melonjak masing-masing 58,01% dan 65,42%, sebelum melambat pada Juni (+0,14%) dan Juli (+11,24%).

Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (ITEA) memperkirakan total ekspor refined tin tahun ini bisa mencapai 53.000 ton, naik dari 45.000 ton pada 2024 — mencerminkan normalisasi pasokan setelah kebijakan penyetopan sementara ekspor mentah diberlakukan tahun lalu.

 

Faktor Pendorong: Regulasi, Smelter, dan Pasar Global

  1. Pengetatan Tambang Ilegal
    Pemerintah memperketat operasi terhadap tambang ilegal di Bangka dan Belitung, menyebabkan pasokan bijih menurun namun meningkatkan transparansi ekspor. Penegakan hukum ini berimbas pada kenaikan harga global dan mendorong smelter legal untuk beroperasi penuh.
  2. Kinerja Smelter dan PT Timah (TINS)
    PT Timah Tbk sebagai produsen utama optimistis mampu memenuhi target produksi 21.500 ton refined tin tahun ini, meskipun sempat mengalami penurunan produksi bijih sebesar 32% pada semester I/2025.
    Emiten ini diuntungkan oleh kenaikan harga global dan efisiensi pasokan pasca pembenahan rantai logistik dan ekspor.
  3. Permintaan Global Stabil di Tengah Ketidakpastian
    Menurut data London Metal Exchange (LME) dan Trading Economics, harga timah dunia pada awal Oktober 2025 berada di kisaran US$29.000–30.000 per ton, relatif stabil setelah sempat menyentuh level US$31.500 pada Agustus.
    Permintaan terutama datang dari sektor elektronik, solder, dan energi baru, dengan China dan India menjadi pasar utama.
  4. Ekspor ke Asia Meningkat
    Data perdagangan menunjukkan ekspor ke China naik hampir 90% dibanding Agustus, sementara permintaan dari India dan Korea Selatan juga meningkat seiring pemulihan industri semikonduktor.

 

Analisis: Prospek Positif di Tengah Ketatnya Pasokan

Dari sisi pasar, rebound ekspor September menandai mulai stabilnya rantai pasok setelah tekanan logistik dan penegakan regulasi. Analis menilai, jika tren ini berlanjut, Indonesia berpotensi kembali mempertahankan posisi sebagai eksportir timah olahan terbesar dunia, menggantikan tekanan produksi dari Myanmar dan Republik Demokratik Kongo.

Di pasar keuangan, harga saham PT Timah Tbk (TINS) yang sempat tertekan hingga Rp760 pada Agustus mulai menunjukkan pemulihan ke kisaran Rp890–910 per saham pada pertengahan Oktober. Investor menilai kebijakan pemerintah yang memperkuat rantai nilai tambang justru menciptakan stabilitas jangka panjang.

Namun, volatilitas harga timah global masih menjadi tantangan utama. Pasar logam dasar dunia kini berhadapan dengan ketidakpastian akibat perlambatan ekonomi Tiongkok, konflik perdagangan AS–Eropa, serta restrukturisasi rantai pasok elektronik global.

Kondisi ini membuat investor dan pelaku industri perlu mencermati arah kebijakan ekspor Indonesia — terutama terkait perizinan tambang (RKAB) dan rencana pembentukan bursa timah domestik yang digagas pemerintah.

Jika realisasi reformasi pasar domestik berjalan mulus, ekspor timah Indonesia tak hanya menjadi motor devisa, tapi juga simbol keberhasilan transisi menuju tata kelola tambang yang berkelanjutan dan bernilai tambah tinggi.

Posting Komentar

0 Komentar