📌 Pokok Berita:
- Harga emas menembus rekor USD4.000/ons dan perak mendekati USD49,6/ons, didorong ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan meningkatnya ketegangan geopolitik.
- Kinerja 2025: emas naik 54% dan perak 71%, ditopang pembelian bank sentral, arus masuk besar ke ETF, serta pelemahan dolar AS.
- Prospek ke depan: analis memperkirakan reli logam mulia masih berlanjut hingga 2026, bahkan emas berpotensi menembus USD5.000/ons tahun depan.
Harga emas dunia mencetak rekor baru dengan menembus level USD4.000 per ons untuk pertama kalinya dalam sejarah, Rabu (8/10) atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Reli spektakuler ini didorong oleh gelombang minat terhadap aset aman (safe haven) di tengah meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat.
Mengutip data Reuters, harga emas spot melesat 1,7% ke USD4.050,24 per ons, sementara emas berjangka AS (Desember 2025) ditutup naik 1,7% di USD4.070,5 per ons. Tidak hanya emas, harga perak juga melonjak 3,2% ke USD49,39 per ons, setelah sempat menyentuh USD49,57, level tertingginya sepanjang sejarah perdagangan modern.
“Penguatan emas kali ini mencerminkan kondisi makroekonomi dan geopolitik yang sangat kondusif bagi aset safe haven,” ujar Matthew Piggott, Direktur Metals Focus, dalam wawancara dengan Reuters. “Investor kehilangan kepercayaan pada aset aman tradisional seperti obligasi pemerintah, dan kembali mencari perlindungan melalui logam mulia.”
Emas dan Perak Jadi Primadona Tahun Ini
Kinerja emas dan perak pada 2025 bisa dibilang luar biasa. Sejak awal tahun, harga emas sudah naik 54%, sementara perak melesat 71%, menjadikannya dua komoditas dengan kinerja terbaik di dunia — jauh melampaui indeks saham global, bitcoin, dan harga minyak mentah.
Reli keduanya dipicu oleh kombinasi faktor: penurunan imbal hasil obligasi AS, pelemahan dolar, pembelian besar oleh bank sentral, serta masifnya arus masuk ke dana ETF berbasis logam mulia.
Menurut data World Gold Council (WGC), total arus masuk ke ETF emas mencapai USD64 miliar sepanjang 2025, dengan USD17,3 miliar masuk hanya pada bulan September. Sementara itu, cadangan emas bank sentral global meningkat 380 ton sejak awal tahun, sebagian besar berasal dari Asia dan Timur Tengah.
Analis Suki Cooper dari Standard Chartered Bank mengatakan pasar logam mulia juga mendapat dorongan dari sisi pasokan. “Pasar perak kini sangat ketat, dengan meningkatnya permintaan musiman dari India dan kenaikan biaya sewa logam di pasar fisik,” ujarnya. “Permintaan ETP yang tinggi juga mempercepat lonjakan harga.”
Ketidakpastian Global Jadi Pendorong Utama
Reli emas dan perak kali ini tidak hanya didorong faktor moneter, tetapi juga situasi politik dan geopolitik global yang genting. Konflik berkepanjangan di Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina memicu kekhawatiran baru soal keamanan energi dan stabilitas global.
Di sisi lain, ketidakpastian politik di Prancis setelah pengunduran diri Perdana Menteri Sebastien Lecornu, serta kebijakan fiskal Jepang yang belum stabil di bawah pemerintahan Sanae Takaichi, menambah tekanan terhadap pasar global.
Sementara itu, penutupan pemerintahan Amerika Serikat (government shutdown) yang telah memasuki hari kedelapan membuat publikasi data ekonomi tertunda. Investor kini hanya mengandalkan indikator non-pemerintah untuk memperkirakan langkah The Fed berikutnya.
Pasar menilai peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Oktober mencapai 76%, dan pemangkasan tambahan pada Desember mencapai 80%, menurut data CME FedWatch Tool.
Prospek: Menuju USD5.000 per Ounce?
Dengan momentum yang kuat dan kondisi makroekonomi yang mendukung, sejumlah analis memperkirakan reli harga emas masih jauh dari kata selesai.
“Kami tidak melihat katalis negatif besar yang dapat menekan harga emas dalam waktu dekat,” kata Piggott dari Metals Focus. “Faktor-faktor utama seperti ketidakpastian global, arus masuk ETF, dan pembelian bank sentral masih akan bertahan hingga 2026.”
Ia memperkirakan harga emas berpotensi menembus USD5.000 per ons tahun depan, terutama jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga dua kali lagi dan dolar AS melanjutkan tren pelemahannya.
Secara teknikal, indikator Relative Strength Index (RSI) emas saat ini berada di level 87, menunjukkan kondisi “overbought” atau jenuh beli. Namun, pasar belum menunjukkan tanda-tanda koreksi besar karena sentimen bullish masih mendominasi.
Selain emas dan perak, logam mulia lain juga ikut terkerek. Platinum naik 3% ke USD1.666,47 per ons, level tertinggi sejak Februari 2013, sementara paladium melonjak 8,4% ke USD1.449,69, tertinggi dalam dua tahun terakhir.
“Investor global saat ini jelas sedang mencari safe haven yang nyata — bukan sekadar aset berisiko rendah,” kata Piggott menutup pernyataannya. “Dan dalam konteks ini, emas adalah raja.”
.png)
0 Komentar