Ticker

4/recent/ticker-posts

Rupiah Menguat Tipis Disokong Sinyal Dovish dari The Fed

Daftar Isi [Tampilkan]


Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (9/10), di tengah sentimen positif dari risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang memberi sinyal arah kebijakan moneter The Fed akan semakin longgar menjelang akhir tahun.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 5 poin (0,03%) ke posisi Rp16.568 per dolar AS, setelah sehari sebelumnya ditutup di level Rp16.573. Meskipun penguatan ini relatif tipis, pergerakan tersebut menandai momentum stabilisasi rupiah di tengah fluktuasi mata uang global yang masih tinggi.

 

Dovish Tone dari The Fed Dorong Sentimen Positif

Hasil risalah rapat FOMC bulan September menunjukkan mayoritas pejabat The Fed sepakat masih terdapat ruang untuk dua kali lagi pemangkasan suku bunga acuan hingga akhir 2025. Keputusan ini menjadi sinyal kuat bahwa bank sentral AS mulai lebih fokus menjaga pertumbuhan ekonomi setelah periode panjang kebijakan ketat.

Pasar merespons positif sinyal dovish dari The Fed yang mengindikasikan dua kali lagi penurunan suku bunga tahun ini. Ekspektasi pelonggaran moneter lebih cepat ini menekan permintaan dolar AS dan memberi ruang bagi mata uang emerging market untuk menguat,” jelas Ibrahim Assuaibi, pengamat ekonomi dan komoditas, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (9/10).

Menurut data CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed bulan Oktober kini hampir mencapai 100%. Fokus pasar kini beralih pada pidato Ketua The Fed Jerome Powell, yang dijadwalkan malam ini waktu AS, untuk mencari sinyal lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter ke depan.

 

Namun Ketidakpastian Politik AS Masih Jadi Bayangan

Kendati ada sinyal positif dari The Fed, pasar global masih dibayangi oleh ketidakpastian politik AS, menyusul belum tercapainya kesepakatan pendanaan federal yang menyebabkan penutupan sebagian pemerintahan (government shutdown).

“Kegagalan Senat AS mencapai kompromi antara Partai Republik dan Demokrat membuat pelaku pasar tetap berhati-hati. Krisis politik ini bisa mengganggu persepsi stabilitas fiskal AS dan berpotensi menahan arus modal ke pasar negara berkembang,” tambah Ibrahim.

Di sisi geopolitik, ketegangan di Timur Tengah sedikit mereda setelah mantan Presiden Donald Trump mengumumkan tercapainya tahap awal rencana perdamaian Gaza antara Israel dan Hamas, termasuk gencatan senjata sementara dan pembebasan sandera. Sentimen ini turut meredakan kekhawatiran investor terhadap lonjakan harga minyak dunia.

 

Fundamental Domestik Tetap Kuat

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia per akhir September 2025 mencapai USD148,7 miliar, turun dari USD150,7 miliar pada akhir Agustus. Penurunan tersebut disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta intervensi BI di pasar valuta asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Namun BI menegaskan posisi cadangan devisa tersebut masih sangat memadai, setara dengan 6,2 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah—jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Cadangan devisa tetap kuat, mencerminkan ketahanan eksternal Indonesia yang solid di tengah ketidakpastian global. Arus modal asing juga masih menunjukkan tren positif seiring stabilitas makroekonomi yang terjaga,” ujar Ibrahim.

Selain itu, sejumlah indikator ekonomi domestik lainnya juga menunjukkan sinyal ketahanan. Inflasi bulan September tercatat stabil di 2,7% year-on-year, sementara neraca perdagangan diperkirakan tetap mencatat surplus, didorong ekspor komoditas mineral dan produk pertanian.

 

Outlook Rupiah: Bergerak Terbatas, Tapi Stabil

Ke depan, rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.530–Rp16.610 per dolar AS, dengan kecenderungan stabil cenderung menguat jika The Fed benar-benar merealisasikan pemangkasan suku bunga bulan ini.

Namun Ibrahim mengingatkan, ruang penguatan rupiah tetap terbatas karena arus modal global masih sangat sensitif terhadap perkembangan ekonomi dan politik AS. “Selama belum ada kejelasan penuh soal arah kebijakan The Fed dan penyelesaian isu government shutdown, rupiah cenderung bergerak di rentang sempit,” ujarnya.

Analis PT Indo Premier Sekuritas menambahkan, strategi jangka pendek pelaku pasar masih cenderung konservatif, dengan fokus pada instrumen lindung nilai (hedging) dan saham-saham berorientasi ekspor yang diuntungkan oleh stabilisasi nilai tukar.

“Rupiah menunjukkan daya tahan yang baik di tengah gejolak eksternal. Fundamental ekonomi domestik yang kuat dan kebijakan moneter BI yang konsisten menjaga stabilitas menjadi faktor utama penopangnya,” tulis tim riset Indo Premier dalam laporan harian.

 

Rupiah berhasil menutup perdagangan Kamis (9/10) dengan penguatan tipis, di tengah kombinasi faktor eksternal dan domestik yang kompleks. Sentimen dovish dari The Fed menjadi angin segar bagi pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia, meski ketidakpastian politik di Washington masih membayangi.

Dengan cadangan devisa yang solid dan arus modal asing yang kembali masuk, stabilitas rupiah diyakini tetap terjaga menjelang akhir tahun — terutama jika arah pelonggaran kebijakan moneter global benar-benar terwujud.

 

Posting Komentar

0 Komentar