Ticker

4/recent/ticker-posts

Valuasi Saham Bank Sudah di Titik Terendah Siklus, Kecuali BBCA Masih Premium

Daftar Isi [Tampilkan]

📌 Pokok Berita:

  • Riset IndoPremier Sekuritas menyebut valuasi saham bank-bank besar BUMN (BBRI, BMRI, BBNI) telah mencapai titik terendah seperti siklus penurunan sebelumnya, sementara BBCA masih tergolong mahal.
  • Investor asing mencatat net sell Rp48,7 triliun (YtD) di sektor perbankan, mewakili lebih dari 100% dari total arus keluar asing IHSG sepanjang tahun ini.
  • IndoPremier mempertahankan rekomendasi Overweight untuk sektor perbankan, dengan BBNI dan BBTN sebagai top picks karena berpotensi diuntungkan dari penurunan biaya dana (CoF).

 

Tekanan terhadap sektor perbankan sepanjang 2025 membuat valuasi saham-saham bank besar Indonesia menyentuh titik jenuh. Berdasarkan riset terbaru IndoPremier Sekuritas, valuasi tiga bank pelat merah utama — Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI) — kini telah mencapai level terendahnya dalam siklus penurunan historis. Hanya Bank Central Asia (BBCA) yang masih diperdagangkan pada level premium dibanding siklus sebelumnya.

Peneliti IndoPremier, Jovent Muliadi dan Axel Azriel, menjelaskan bahwa sektor perbankan Indonesia mengalami salah satu fase multiple de-rating paling tajam sejak pandemi Covid-19. “Empat bank besar turun -19,2% YtD dan -12,8% dalam tiga tahun terakhir, dengan valuasi saat ini berada di 1,8x P/B dan 10x P/E, jauh di bawah rata-rata 10 tahun yang masing-masing 2,2x dan 14,6x,” tulis tim riset dalam laporan bertajuk Banks – Valuasi Sudah Mencapai Titik Terendah Dibandingkan Siklus Sebelumnya, Kecuali untuk BBCA.

Asing Jualan Besar-Besaran, Sektor Bank Tertekan

Tekanan terhadap saham-saham bank dipicu oleh aksi jual masif investor asing sejak awal tahun. Hingga Oktober 2025, dana asing yang keluar dari sektor perbankan mencapai Rp48,7 triliun, atau 1,8% dari total kapitalisasi pasar sektor per Desember 2024. Angka ini bahkan lebih tinggi dari arus keluar tahun lalu sebesar Rp38,1 triliun.

Menurut riset IndoPremier, aksi jual asing dipengaruhi oleh tiga faktor utama:

  1. Revisi penurunan laba — konsensus pasar menurunkan proyeksi laba empat bank besar sebesar 4–6% YtD, menjadi hanya -3% hingga -2% YoY untuk FY25F.
  2. Ketidakpastian kebijakan pemerintah, terutama terkait program koperasi desa, KUR perumahan, dan penyaluran kredit produktif mikro.
  3. Kondisi likuiditas ketat pada paruh pertama 2025 yang menekan margin bunga bersih (NIM).

De-Rating BBCA Masih Berlanjut

BBCA menjadi satu-satunya bank besar yang belum menyentuh titik valuasi terendahnya. Dalam siklus sebelumnya — yakni tahun 2007, 2012, dan 2015 — rasio P/BV BBCA pernah turun hingga 2,7x–3x, sementara saat ini masih bertahan di 3,4x.

Sementara itu, untuk BBRI/BMRI/BBNI, valuasi masing-masing telah mendekati titik dasar historis di 1,8x/1,2x/0,8x (P/BV), mirip dengan level krisis 2015–2016. Secara P/E, empat bank besar mencatat valuasi saat ini di BBCA: 16,3x, BBRI: 9,9x, BMRI: 7,8x, dan BBNI: 7,2x, dibanding titik terendah historis mereka di 12,8x, 8,8x, 11,7x, dan 7,1x.

“Data ini menunjukkan bahwa potensi penurunan valuasi sektor perbankan sudah sangat terbatas, kecuali BBCA yang masih berpotensi de-rate lebih jauh jika pertumbuhan laba satu digit berlanjut,” tulis laporan tersebut.

Selain faktor fundamental, kenaikan country risk premium Indonesia menjadi 7,9% (September 2025) dari rata-rata tiga tahun terakhir 7,0% turut memperlemah persepsi investor global terhadap risiko sektor keuangan domestik.

Potensi Pemulihan di Paruh Kedua 2025

Meskipun sektor perbankan tengah kekurangan katalis positif, IndoPremier menilai ruang penurunan harga saham sudah terbatas. Tim riset memperkirakan biaya dana (Cost of Fund/CoF) akan mulai menurun secara bertahap pada semester II/2025 seiring penurunan suku bunga deposito valas dan normalisasi likuiditas.

Penurunan CoF diproyeksikan akan meningkatkan margin bunga bersih (NIM), memperbaiki profitabilitas bank pada kuartal IV/2025, dan membatasi revisi laba negatif di laporan keuangan kuartal III/2025.

IndoPremier pun mempertahankan rekomendasi “Overweight” untuk sektor perbankan, dengan dua emiten yang menjadi pilihan utama (top picks) yakni BBNI dan BBTN.

“Kedua bank ini memiliki struktur pendanaan yang sensitif terhadap penurunan suku bunga dan potensi perbaikan margin yang lebih cepat dibanding peers,” tulis tim riset.

Risiko Masih Ada

Meski valuasi relatif murah, IndoPremier mengingatkan bahwa risiko tetap ada, terutama dari potensi kenaikan kredit bermasalah (NPL) jika kualitas aset nasabah korporasi dan konsumer menurun di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.

Namun, secara keseluruhan, analis menilai sektor perbankan Indonesia sudah berada di fase dasar valuasi (bottoming phase) dan berpotensi pulih secara bertahap pada 2026 jika kondisi likuiditas membaik dan sentimen global kembali stabil.

Dengan valuasi yang kini paling rendah dalam satu dekade terakhir, BBNI dan BBTN dipandang sebagai “hidden gems” sektor keuangan Indonesia, sementara BBCA masih memegang status premium — mahal tapi stabil — di mata investor.

Posting Komentar

0 Komentar