Ticker

4/recent/ticker-posts

Yen Anjlok ke Level Terendah Sejak Februari, Euro Tertekan Krisis Politik Prancis

Daftar Isi [Tampilkan]


📌 Pokok Berita:

  • Yen Jepang terpuruk ke level terendah sejak Februari 2025, dipicu kekhawatiran stimulus fiskal besar di bawah pemerintahan baru Sanae Takaichi yang diperkirakan akan mengadopsi kebijakan mirip Abenomics.
  • Dolar AS menguat karena kekosongan data ekonomi akibat government shutdown, sementara pasar menanti pemangkasan suku bunga The Fed 25 bps pada akhir Oktober.
  • Euro dan dolar Selandia Baru (kiwi) ikut melemah, tertekan krisis politik di Prancis dan pemangkasan suku bunga besar oleh Bank Sentral Selandia Baru.

 

Nilai tukar yen Jepang jatuh ke level terendah dalam delapan bulan terakhir pada perdagangan Rabu (8/10) waktu New York, di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap rencana stimulus fiskal besar-besaran yang akan diterapkan oleh pemerintahan baru di Tokyo. Sementara itu, euro dan dolar Selandia Baru juga tertekan akibat gejolak politik dan kebijakan moneter yang longgar di masing-masing negara.

Mengutip laporan Reuters, Kamis (9/10) pagi WIB, dolar AS melonjak 0,53% terhadap yen ke posisi ¥152,7 per dolar, setelah sempat menyentuh ¥152,99 — level tertingginya sejak 14 Februari 2025. Padahal, pada Jumat pekan lalu, yen masih diperdagangkan di sekitar ¥147,44 per dolar.

Kinerja yen yang melemah tajam ini terjadi usai kemenangan mengejutkan Sanae Takaichi dalam pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) akhir pekan lalu. Pasar menilai, kepemimpinan Takaichi akan membawa arah kebijakan yang menyerupai era “Abenomics” — kombinasi kebijakan fiskal ekspansif dan moneter longgar yang dipopulerkan oleh mantan Perdana Menteri Shinzo Abe sejak 2012.

“Pasar bereaksi dengan asumsi bahwa pemerintahan Takaichi akan menambah stimulus fiskal dalam skala besar dan memperlonggar kebijakan moneter,” ujar Vassili Serebriakov, analis UBS, di New York. “Namun sejauh ini arah kebijakan fiskal dan valasnya masih belum jelas.”

Dolar Menguat di Tengah Kekosongan Data AS

Sementara yen tertekan, dolar AS justru menguat secara luas, diuntungkan oleh minimnya rilis data ekonomi resmi akibat government shutdown yang telah memasuki pekan kedua. Penutupan pemerintahan federal membuat Departemen Tenaga Kerja AS dan Biro Statistik menunda sejumlah publikasi utama, termasuk data inflasi dan ketenagakerjaan.

Kondisi ini membuat volatilitas pasar menurun dan memberi ruang bagi penguatan dolar AS. “Ketika fokus pasar beralih ke luar Amerika dan tidak ada tekanan dari data domestik yang lemah, dolar biasanya tampil kuat,” jelas Serebriakov.

Risalah rapat Federal Reserve (FOMC) untuk periode September yang dirilis Rabu menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat menilai risiko terhadap pasar tenaga kerja meningkat, sementara tekanan inflasi mulai mereda. Hal ini memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin dalam rapat 28–29 Oktober, dengan peluang 78% untuk pemangkasan tambahan pada Desember, menurut CME FedWatch Tool.

Krisis Politik Tekan Euro

Mata uang euro juga melemah di tengah meningkatnya ketidakpastian politik di Prancis. Euro terakhir turun 0,33% ke USD1,1616, setelah sempat mencapai USD1,1597, level terendah sejak 27 Agustus 2025.

Tekanan terhadap euro muncul setelah Perdana Menteri Prancis Sebastien Lecornu secara mengejutkan mengundurkan diri pada Senin, hanya beberapa jam setelah mengumumkan susunan kabinet barunya. Langkah ini menjadikannya pemerintahan dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah modern Prancis.

Meski demikian, euro sempat memangkas pelemahannya setelah Lecornu menyebut bahwa Presiden Emmanuel Macron akan menunjuk perdana menteri baru dalam 48 jam, dan memastikan pembahasan anggaran 2026 tetap berjalan. Namun, analis menilai ketidakpastian politik Prancis masih tinggi dan berpotensi mengguncang stabilitas zona euro.

“Ketidakstabilan politik di Prancis memperburuk persepsi risiko terhadap euro, di saat ekonomi Eropa belum menunjukkan pemulihan berarti,” kata Kit Juckes, analis Societe Generale.

Kiwi Tersungkur Usai Bank Sentral Potong Suku Bunga

Sementara itu, dolar Selandia Baru (NZD) atau kiwi turut melemah 0,33% menjadi USD0,5779, setelah sempat mencapai USD0,5735, level terendah sejak 11 April. Tekanan pada kiwi muncul setelah Bank Sentral Selandia Baru (RBNZ) memutuskan memotong suku bunga acuan sebesar 50 basis poin, dua kali lipat lebih besar dari ekspektasi pasar.

Langkah agresif itu diambil sebagai respons terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi domestik, menurunnya ekspor, serta perlambatan sektor perumahan. “Pemangkasan suku bunga yang lebih besar dari perkiraan ini memberi sinyal bahwa RBNZ siap untuk melonggarkan kebijakan lebih lanjut jika ekonomi tidak pulih dalam waktu dekat,” tulis RBNZ dalam pernyataan resminya dilansir dari Ipotnews.

Ketidakpastian Global Terus Bayangi Pasar

Secara keseluruhan, pasar valuta asing masih berada dalam fase risk-off, di mana investor cenderung memilih dolar AS dan aset safe haven seperti emas di tengah ketidakpastian global.

“Selama belum ada kejelasan tentang kebijakan fiskal Jepang, arah politik Prancis, serta langkah lanjutan The Fed, volatilitas pasar valas akan tetap tinggi,” ujar Juckes. “Untuk saat ini, dolar AS tetap menjadi satu-satunya jangkar stabil di tengah badai geopolitik dan ekonomi global.”

Dengan yen menyentuh titik terlemah sejak Februari dan euro tertekan oleh krisis politik Eropa, sentimen pasar masih berpihak pada dolar AS — mempertegas statusnya sebagai mata uang paling kuat di dunia untuk sementara waktu.

Posting Komentar

0 Komentar