Ticker

4/recent/ticker-posts

Bea Keluar Emas Berlaku 2026, Apa Dampaknya ke Saham ANTM, MDKA, ARCI, dan BRMS?

Daftar Isi [Tampilkan]

Receh.in – Saham-saham produsen emas seperti MDKA, ARCI, dan BRMS bergerak melemah pada Senin (17/11), sementara ANTM relatif stabil. Tekanan tersebut muncul setelah pemerintah merampungkan aturan baru mengenai bea keluar ekspor emas, yang akan berlaku pada 2026.

Meski pasar bereaksi negatif, dampak ekonominya terhadap emiten emas ternyata cenderung minor. Struktur pasar emas Indonesia yang lebih banyak diserap domestik menjadi bantalan penting di tengah kebijakan baru ini.

 

Bea Keluar 7,5%–15%: Struktur Tarif & Tujuan Kebijakan

Kementerian Keuangan mengonfirmasi bahwa RPMK bea keluar emas telah memasuki tahap finalisasi. Aturan akan diundangkan pada November 2025 dan berlaku dua minggu setelahnya. Empat produk emas yang akan dikenai bea ekspor meliputi:

  • Dore: 12,5% – 15%
  • Granules: 12,5% – 15%
  • Cast bars / ingot tidak ditempa: 10% – 12,5%
  • Minted bars: 7,5% – 10%

Tarif bergerak mengikuti harga emas global. Jika harga di bawah US$3.200 per troy ounce, bea keluar berada pada level terendah. Jika harga di atas US$3.200, tarif meningkat agar negara memperoleh windfall profit.

Skema ini mendukung agenda hilirisasi, sehingga semakin mentah bentuk produknya, semakin tinggi pungutannya. Insentif diberikan kepada produk yang sudah diolah seperti minted bars. Pemerintah memperkirakan kebijakan ini berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp2 triliun per tahun.

Namun, ketika ditarik ke level emiten, efeknya tidak sebesar ketakutan awal pasar.

 

Dampak Riil ke Emiten: BRMS Tak Terdampak, ANTM Minim, ARCI & MDKA Moderat

Kinerja ekspor tiap emiten menentukan seberapa besar efek bea keluar ini. Data menunjukkan sebagian besar produsen emas domestik tidak terlalu bergantung pada pasar ekspor.

1. BRMS – Tidak Terdampak
BRMS sepenuhnya menjual emas di pasar domestik. Sepanjang kuartal III/2025, penjualan emas BRMS mencapai US$183,57 juta, melesat 69,23% YoY. Karena tidak ada porsi ekspor, bea keluar tidak memiliki pengaruh langsung.

2. ANTM – Ekspor Hanya 3,77% dari Total Penjualan
Aneka Tambang membukukan penjualan Rp72,08 triliun per kuartal III/2025, tetapi hanya Rp2,71 triliun yang berasal dari ekspor logam mulia dan komoditas lain. Porsi ini menyusut dari 7,89% tahun sebelumnya, sehingga dampak bea keluar diperkirakan sangat kecil.

3. ARCI – Ekspor Mulai Ada, Tapi Proporsinya Masih Kecil
Archi Indonesia mulai membukukan ekspor pada 2025 sebesar US$40,75 juta, atau 12,40% dari total penjualan. Walau demikian, sebagian besar pendapatan ARCI tetap berasal dari pasar domestik.

4. MDKA – Dampak Moderat tapi Masih Terbatas
MDKA mencatat ekspor US$255,18 juta pada kuartal III/2025, turun signifikan dari tahun sebelumnya. Kontribusinya terhadap total penjualan juga turun menjadi 26,35%, dari 39,32%. Dengan proporsi ekspor yang terus menurun dan diversifikasi produk (tembaga, nikel, perak), dampaknya tetap moderat.

Kesimpulan sederhananya: kebijakan bea keluar emas lebih menekan psikologis pasar ketimbang fundamental emiten.

 

Prospek Emiten Emas 2026: Harga Global Masih Tajam, Hilirisasi Bisa Jadi Katalis

Meski kebijakan bea keluar menimbulkan kekhawatiran jangka pendek, ada alasan kuat mengapa prospek jangka menengah tetap solid.

Pertama, harga emas global sedang berada dalam tren super bullish. Sepanjang 2025, harga melesat 55% dan sempat menembus US$4.380/oz, tertinggi sepanjang sejarah. Dana lindung nilai dan bank sentral terus meningkatkan pembelian, memberi landasan kuat bagi pendapatan emiten emas.

Kedua, bea keluar justru mendorong hilirisasi—yang berarti margin lebih tinggi bagi produk emas olahan seperti minted bars. Emiten yang sudah memiliki fasilitas pengolahan akan menjadi penerima manfaat.

Ketiga, pasar domestik yang menyerap porsi besar produksi membuat sebagian besar emiten relatif terlindungi dari risiko beban bea ekspor.

Dengan kombinasi:

  • harga emas yang kuat,
  • ekspor rendah,
  • fokus hilirisasi, dan
  • penjualan domestik yang solid,

kebijakan bea keluar diperkirakan tidak mengganggu tren pertumbuhan sektor emas secara fundamental.

 

Sentimen Sementara, FundamentaI Tetap Kuat

Penurunan saham MDKA, ARCI, dan BRMS pada 17 November lebih banyak dipicu kepanikan pasar dibanding dampak nyata kebijakan. Sementara ANTM tetap stabil karena ekspor yang minim.

Mayoritas emiten emas Indonesia memiliki eksposur ekspor kecil dan fokus ke pasar domestik, sehingga bea keluar emas hanya akan memberikan dampak marginal. Dengan harga emas dunia yang masih dalam tren penguatan dan dorongan hilirisasi, emiten seperti ANTM, ARCI, BRMS, dan MDKA tetap memiliki prospek menarik memasuki 2026.

Koreksi saat ini justru bisa menjadi momentum bagi investor yang mencari eksposur di sektor logam mulia berfundamental kuat.

 

Posting Komentar

0 Komentar