Receh.in – Harga nikel kembali terseret tren negatif sepanjang Oktober 2025. Tekanan ini bukan hanya datang dari pasar global yang dibayangi oversupply, tetapi juga dari dinamika domestik yang membuat emiten nikel seperti Aneka Tambang (ANTM), Vale Indonesia (INCO), hingga Merdeka Copper Gold (MDKA) menghadapi sentimen berlapis.
Harga Nikel Kian Tertekan: Oversupply Global dan Lemahnya NPI
Analis JP Morgan mencatat harga nikel di London Metal Exchange (LME) pada Oktober stabil namun cenderung melemah, dengan rata-rata US$15.287 per ton, mendekati level krusial US$15.000. Harga tersebut berada 2,2% di bawah puncak Oktober dan memiliki risiko breakdown jika sentimen negatif terus menumpuk.
Beberapa faktor utama yang membebani pasar:
- Kenaikan inventaris global menjadi sekitar 279.000 ton, termasuk masuknya 20.000 ton ke gudang LME selama Oktober.
- Ketidakpastian permintaan akibat perlambatan aktivitas industri dan transisi energi yang lebih selektif.
- Tekanan di pasar Nikel Pig Iron (NPI), yang merosot sekitar 3% dari level tertinggi September ke rata-rata US$11.786 per ton, seiring meningkatnya substitusi stainless steel scrap dan tekanan biaya di pabrik hilir.
Sementara itu, nikel sulfat justru bertahan kuat di level US$16.360 per ton, tertinggi sejak Juli 2024. Kenaikan harga matte dan MHP—yang menjadi bahan baku utama nikel sulfat—ikut memperketat pasar dalam jangka pendek.
Kebijakan Hilirisasi dan Implikasinya bagi Emiten: Siapa yang Diuntungkan?
Dari sisi kebijakan, pemerintah menegaskan tidak akan mengeluarkan izin proyek nikel baru tanpa rencana hilirisasi yang jelas. Regulasi ini mempertegas arah industri untuk bergerak ke produk bernilai tambah tinggi.
Jika aturan berjalan mulus, emiten dengan basis smelter terintegrasi seperti INCO dan MDKA dinilai berpotensi menuai manfaat lebih cepat, sedangkan pelaku tambang murni harus beradaptasi.
Untuk laporan kuartal III/2025, JP Morgan menilai rapor ANTM, INCO, dan MDKA masih sejalan ekspektasi, disokong oleh:
- Antam: harga jual rata-rata bijih saprolit mencapai US$57/wmt, lebih baik dari perkiraan.
- INCO: peningkatan penjualan bijih dengan harga rata-rata US$47/wmt.
Meski begitu, JP Morgan melihat saham-saham nikel kemungkinan bergerak sideways sampai ada kepastian lebih lanjut soal reformasi pasokan nasional. Rekomendasi terbaru:
- ANTM – Overweight, target harga Rp3.700
- INCO – Neutral, target harga Rp4.100
- MDKA – Neutral, target harga Rp2.500
Serapan Smelter Merosot, Stok Bijih Menumpuk: Tekanan Baru dari Dalam Negeri
Di luar sentimen global, industri nikel dalam negeri menghadapi tantangan tambahan: serapan smelter yang melemah. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengungkap bahwa stok bijih nikel menumpuk karena penurunan kapasitas operasional beberapa smelter besar.
Dari kuota produksi bijih nikel 2025 sebesar 364 juta ton, baru sekitar 120 juta ton yang terserap—jauh di bawah kebutuhan ideal industri.
APNI mencatat empat smelter yang menurunkan operasionalnya:
- PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) – mengurangi 15–20 lini produksi sejak awal 2024.
- PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) – menutup sejumlah jalur stainless steel sejak Mei 2025.
- PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) – menurunkan kapasitas produksi.
- PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) – menghentikan operasi sementara sejak Juli 2025.
Lesunya operasi smelter bukan hanya menekan kebutuhan bijih, tetapi juga berdampak langsung pada arus kas tambang nikel yang mengandalkan penjualan ke fasilitas-fasilitas tersebut.
Apa Artinya untuk Investor?
Dengan kondisi global yang belum stabil dan tekanan domestik yang tak kalah besar, saham-saham nikel kemungkinan menghadapi fase konsolidasi lebih lama. Di tengah ketidakpastian ini:
- ANTM dinilai paling defensif berkat diversifikasi bisnis dan premi bijih yang kuat.
- INCO dan MDKA berpeluang mendapat angin segar jika kebijakan hilirisasi memberi kepastian peningkatan nilai tambah.
- Namun selama oversupply global belum mereda, sektor nikel masih rawan tertekan.
Bagi investor yang bermain di sektor ini, fokus jangka menengah–panjang dan disiplin membaca arah kebijakan hilirisasi menjadi kunci untuk menangkap peluang yang muncul di tengah turbulensi harga.
0 Komentar