Receh.in — Bursa saham Indonesia menutup pekan pertama November 2025 dengan gemilang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 0,69% ke level 8.395 pada perdagangan Jumat (7/11), sekaligus mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa dan rekor intraday all time high di level 8.399.
Kenaikan ini menandai penguatan lebih dari 200 poin dibanding akhir pekan sebelumnya di 8.164, ditopang arus masuk dana asing (foreign inflow) sebesar USD152 juta atau setara Rp2,4 triliun dalam sepekan terakhir.
Menurut Weekly Commentary PT Ashmore Asset Management Indonesia, pergerakan pasar saham global dan domestik pekan ini dipengaruhi kombinasi faktor makroekonomi, geopolitik, serta perubahan arah kebijakan moneter utama dunia.
🔹 Sektor Infrastruktur & Energi Jadi Pendorong IHSG
Ashmore mencatat, sektor Infrastruktur dan Energi menjadi primadona sepanjang pekan pertama November dengan lonjakan masing-masing +5,98% dan +4,88%.
Sebaliknya, sektor Properti & Real Estat (-3,60%) dan Barang Konsumsi Non-Siklikal (-2,27%) menjadi sektor dengan performa terburuk.
Dari sisi aset, harga batu bara dan IHSG menempati posisi teratas dengan kenaikan masing-masing +3,16% dan +2,83%, sementara Bitcoin tertekan -7,54% dan indeks Nikkei melemah -4,07% akibat aksi ambil untung pasca-rally panjang.
🔹 Shutdown AS Jadi Sorotan, Kekhawatiran Fiskal Meningkat
Ashmore menyoroti bahwa penutupan pemerintahan Amerika Serikat (government shutdown) kini menjadi yang terpanjang dalam sejarah AS, berdampak pada aktivitas ekonomi dan transportasi domestik.
Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga USD15 miliar per minggu dan menekan kepercayaan pasar. Meski demikian, indeks saham AS masih relatif stabil karena investor fokus pada prospek jangka panjang sektor teknologi dan AI.
Kekhawatiran terhadap fiskal AS turut meningkat, mendorong imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun naik ke 4,1%, seiring proyeksi kenaikan penerbitan obligasi pemerintah AS pada 2026 dan potensi revisi tarif impor era Trump di Mahkamah Agung.
“Risiko penurunan penerimaan negara dapat memperlebar defisit fiskal, sementara arah kebijakan The Fed makin hati-hati di tengah data ekonomi yang minim akibat shutdown,” tulis Ashmore dalam laporannya.
🔹 Dampak ke Pasar Domestik: Yield IndoGB Terkoreksi
Sejalan dengan tren global, yield obligasi pemerintah
Indonesia (IndoGB) tenor 10 tahun terkoreksi ke 6,18% setelah reli
pada paruh pertama Oktober.
Ashmore menilai hal ini sebagian disebabkan oleh keputusan Bank Indonesia
(BI) yang menahan suku bunga acuan, berbeda dari ekspektasi pasar
yang mengantisipasi pemangkasan lanjutan.
Meski demikian, disiplin fiskal Indonesia tetap menjadi kekuatan utama. Pemerintah berkomitmen menjaga defisit di bawah 3%, sementara Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan masih ada ruang untuk pelonggaran moneter lebih lanjut.
“Inflasi meningkat secara bertahap namun tetap dalam target BI, sementara pertumbuhan PDB kuartal III 2025 lebih tinggi dari perkiraan, didorong oleh belanja pemerintah,” papar Ashmore.
🔹 Korporasi Mulai Pulih, Sektor Konsumer Diuntungkan Stimulus
Ashmore mencatat bahwa laporan laba kuartal III 2025 menunjukkan tanda-tanda pemulihan, setelah pelemahan pada kuartal sebelumnya. Meski sebagian emiten masih melaporkan kinerja di bawah ekspektasi, revisi penurunan laba tidak sedalam kuartal II — menandakan ketahanan ekonomi korporasi domestik.
“Kami tetap optimistis terhadap sektor-sektor pilihan, terutama konsumer yang diuntungkan oleh stimulus pemerintah,” tulis Ashmore.
Di pasar obligasi, tren penurunan yield diperkirakan berlanjut seiring siklus pelonggaran moneter global dan domestik, dengan peluang menarik pada tenor menengah-panjang karena kurva imbal hasil terus bull-flatten.
Prospek: IHSG Masih Bullish, Tapi Butuh Hati-Hati
Meski mencetak rekor baru, Ashmore menilai IHSG memasuki fase jenuh teknikal setelah reli selama empat bulan berturut-turut. Tekanan dari faktor eksternal seperti geopolitik global, ketidakpastian fiskal AS, dan arah kebijakan The Fed tetap perlu diwaspadai.
Namun secara fundamental, prospek pasar Indonesia masih positif, ditopang stabilitas makro, disiplin fiskal, dan momentum konsumsi domestik menjelang akhir tahun.
💡 Strategi Ashmore:
“Investor disarankan tetap fokus pada saham berkualitas dan obligasi berdurasi panjang, untuk memanfaatkan tren penurunan suku bunga global yang akan datang,” tulis Ashmore dalam penutup laporannya.

0 Komentar