Receh.in – Pergerakan harga saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) tengah menjadi sorotan tajam di pasar modal. Dalam sepekan terakhir, saham kongsi Grup Bakrie dan Grup Salim ini melesat 35,21%, bertengger di level Rp192 per lembar hingga penutupan perdagangan Rabu (12/11/2025).
Kenaikan harga tersebut tidak hanya membuat euforia di kalangan trader domestik, tetapi juga menghadirkan capital gain besar bagi investor raksasa dunia yang sudah lebih dulu mengoleksi saham BUMI. Berdasarkan data Bloomberg, The Vanguard Group Inc., UBS AG, dan BlackRock Inc. tercatat sebagai tiga pemegang saham institusional besar dengan total kepemilikan mencapai lebih dari 34 miliar lembar saham BUMI.
Vanguard kini memegang 6,60 miliar lembar saham senilai Rp1,27 triliun, dengan rata-rata harga beli (cost basis) di Rp133,68 per saham. Dengan harga pasar Rp192, potensi keuntungan menggelembung lebih dari 43%. UBS AG lebih dominan, menguasai 25,71 miliar lembar saham BUMI dengan cost basis Rp120,13, menempatkan nilai portofolionya di sekitar Rp4,94 triliun.
Sementara itu, BlackRock Inc. juga ikut mencicip cuan. Raksasa manajemen aset global ini memegang 1,95 miliar saham BUMI dengan harga rata-rata Rp102,10. Dalam sepekan terakhir saja, BlackRock menambah kepemilikannya sebanyak 3,15 juta saham. Dengan kenaikan harga 88% dari rata-rata beli, nilai investasinya ikut membengkak.
Sentimen Positif dari Akuisisi Tambang Emas Australia
Kenaikan saham BUMI bukan tanpa sebab. Salah satu pendorong kuatnya adalah langkah strategis perseroan dalam mendiversifikasi bisnis di luar batu bara, melalui akuisisi penuh terhadap perusahaan tambang emas asal Australia, Wolfram Limited (WFL).
BUMI menggelontorkan total Rp698,98 miliar (AUS$63,5 juta) untuk membeli seluruh saham WFL, dengan proses akuisisi tahap pertama rampung pada awal Oktober dan penyelesaian final dilakukan 7 November 2025.
Langkah ini menandai transformasi bisnis Bumi Resources dari perusahaan tambang batu bara murni menjadi pemain terintegrasi di sektor sumber daya alam. Aksi korporasi tersebut diharapkan memperkuat struktur pendapatan dan menekan ketergantungan terhadap fluktuasi harga batubara global yang kini mulai melandai.
Masuk Indeks LQ45 dan IDX80, Daya Tarik Asing Meningkat
Selain sentimen akuisisi, saham BUMI juga terdorong oleh masuknya emiten ini ke dalam tiga indeks bergengsi Bursa Efek Indonesia (BEI) — yakni LQ45, IDX80, dan Indeks Bisnis-27 — efektif sejak 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026.
Dalam indeks LQ45, BUMI memiliki bobot 0,73%, sedangkan di IDX80 sebesar 0,71%, dan di Indeks Bisnis-27 mencapai 1,14%. Keanggotaan di indeks ini secara otomatis meningkatkan daya tarik bagi investor institusional global yang menjadikan indeks tersebut sebagai acuan investasi pasif.
Efek rebalancing indeks inilah yang juga memicu lonjakan permintaan saham BUMI pada pekan pertama November. Lonjakan volume transaksi memperlihatkan masuknya dana asing segar, memperkuat tren bullish yang sudah terbentuk sejak awal bulan.
Dengan kombinasi akumulasi investor asing, diversifikasi bisnis emas, dan status baru di indeks utama BEI, saham BUMI kini kembali menjadi primadona di lantai bursa. Investor ritel boleh saja baru meliriknya minggu ini — tapi bagi raksasa seperti Vanguard, UBS, dan BlackRock, pesta capital gain ini sudah dimulai jauh sebelum harga mencapai puncak.
.jpg)
0 Komentar