Receh.in – Saham PT Gajah Tunggal Tbk. (GJTL)
sepanjang 2025 masih berkinerja negatif. Harga Rp1.045 pada penutupan
Senin (17/11) mencerminkan koreksi –8,73% year-to-date (YtD). Namun
justru di tengah tren lesu ini, aksi borong besar-besaran terjadi dari dua
kubu: investor legendaris Lo Kheng Hong (LKH) dan manajer investasi global
Dimensional Fund Advisors (DFA), perusahaan aset kelolaan USD 677 miliar
besutan David Booth.
Fenomena ini memunculkan satu pertanyaan penting: apa yang dilihat investor kakap dalam GJTL, di saat laporan keuangannya justru melemah?
Aksi Borong Investor Besar: Dari David Booth hingga “Warren Buffett Indonesia”
Dimensional Fund Advisors telah menambah kepemilikan GJTL secara konsisten sejak Agustus hingga Oktober 2025. Meski penambahannya terlihat kecil, pola akumulasi bulanan menunjukkan keyakinan jangka panjang:
- Juli 2025: 32,71 juta lembar
- Agustus 2025: 32,72 juta lembar
- September 2025: 33,56 juta lembar
- Oktober 2025: 33,58 juta lembar
DFA tercatat telah memegang GJTL sejak 2010 dengan cost basis rendah, yakni Rp727,93 per saham. Dengan harga saat ini, posisi mereka masih nyaman dan berpotensi menambah keuntungan bila valuasi GJTL pulih.
Sementara itu, Lo Kheng Hong jauh lebih agresif. Sejak akhir Oktober hingga 10 November, aksi borongnya sangat aktif:
- 29 Oktober: 100.000 lembar
- 30 Oktober: 2,25 juta lembar
- 31 Oktober: 379.100 lembar
- 3 November: 1,35 juta lembar
- 5 November: 200.000 lembar
- 10 November: 241.400 lembar
Total kepemilikannya kini naik menjadi 200,43 juta lembar (5,75%), menjadikannya investor individu terbesar di GJTL.
LKH menyebut alasan sederhananya: GJTL murah. Ia mengacu pada metrik valuasi klasik PER dan PBV—pendekatan favoritnya dalam mencari saham “Mercedes-Benz harga bajaj”.
Dengan PER 3,7x dan PBV 0,36x, GJTL memang tergolong sangat diskon dibanding banyak emiten manufaktur lain.
Kinerja GJTL: Laba Turun, Penjualan Melemah, Tapi Ada Titik Cerah
Secara fundamental, kinerja kuartal III/2025 memang belum menggembirakan. Gajah Tunggal mencatat:
- Laba bersih: Rp789,69 miliar (turun 20,12% YoY)
- Pendapatan bersih: Rp13,12 triliun (turun 2,38% YoY)
- Laba kotor: Rp2,49 triliun (turun 14,97% YoY)
- Beban pokok penjualan: naik 1,13% YoY
Tekanan laba terutama berasal dari pasar domestik:
- Penjualan lokal turun ke Rp10,20 triliun (–2,37% YoY)
- Penjualan ke pihak berelasi turun 8,03%
Namun, ada satu titik cahaya penting: ekspor justru tumbuh 7,43% YoY menjadi Rp1,50 triliun. Kenaikan ekspor memberi sinyal bahwa diversifikasi pasar GJTL mulai menghasilkan dampak positif.
Selain itu, GJTL masih mampu mempertahankan laba sebelum pajak Rp1,03 triliun, meski turun hampir 20%. Dengan valuasi yang sudah sangat rendah, pasar mulai menilai penurunan ini mungkin sudah sepenuhnya priced in.
Kenapa Investor Kakap Masuk? Valuasi, Siklus Industri, dan Potensi Rebound
Dari kacamata investor institusi maupun nilai (value investor), ada beberapa alasan mengapa GJTL menarik:
1. Valuasi Ultra-Murah
PER < 4x dan PBV < 0,4x jarang ditemukan pada emiten besar manufaktur berbasis ekspor. Untuk investor deep value seperti LKH, parameter ini merupakan sinyal kuat.
2. Fundamental Tetap Menghasilkan Laba
Meski menurun, GJTL tetap membukukan laba ratusan miliar dan laba operasional stabil. Perusahaan masih mampu mencetak margin positif di tengah tekanan biaya.
3. Ekspor Naik, Potensi Pemulihan
Segmen ekspor yang naik 7,43% berpotensi menjadi mesin pertumbuhan baru, apalagi permintaan ban dunia mulai pulih seiring membaiknya industri kendaraan dan logistik global.
4. Siklus Komoditas & Harga Karet
Turunnya harga karet alam dan karet sintetis beberapa bulan terakhir berpotensi memperbaiki margin GJTL dalam laporan berikutnya.
5. Dukungan Investor Jangka Panjang
Keberadaan DFA dan LKH sebagai pemegang besar menciptakan sentimen positif bagi investor ritel yang mencari saham undervalued berkualitas.
GJTL Mulai Masuk Radar Peluang Value, Walau Risiko Tetap Ada
Secara teknikal dan fundamental jangka pendek, GJTL memang belum pulih. Laba turun, pendapatan domestik melemah, dan tekanan biaya masih ada. Namun, valuasinya yang sangat murah serta pertumbuhan ekspor membuka ruang bagi cerita pemulihan.
Aksi borong dua investor elite—Lo Kheng Hong dan Dimensional Fund Advisors—menjadi sinyal kuat bahwa saham ini kini memasuki fase accumulation.
Bagi investor yang mencari saham undervalued dengan potensi rebound jangka menengah, GJTL layak berada di daftar pantauan. Namun tetap penting mencermati perkembangan margin dan kinerja ekspor pada laporan keuangan berikutnya, yang akan memainkan peran besar dalam menentukan kecepatan pemulihan Gajah Tunggal.
0 Komentar