Receh.in – Menjelang akhir tahun, ketika banyak pelaku pasar bersiap menghadapi momentum window dressing, dua investor besar justru memilih arah sebaliknya di saham PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA). Setelah gencar mengakumulasi saham sepanjang kuartal III/2025, kini mereka terlihat mulai melepas sebagian kepemilikannya di tengah pelemahan harga saham emiten baterai nikel tersebut.
Data Bloomberg menunjukkan, Sprott Inc. memangkas kepemilikannya di MBMA sebanyak 25,06 juta lembar saham, dari 146,34 juta lembar per akhir Oktober menjadi 121,28 juta lembar per 14 November 2025. Aksi ini dilakukan setelah sebelumnya Sprott memborong jumbo 78,76 juta lembar saham sepanjang Oktober.
Langkah serupa juga dilakukan oleh Wisdom Tree Inc., yang melepas 709 ribu lembar saham MBMA sepanjang November. Kini, kepemilikannya berkurang menjadi 19,52 juta lembar. Padahal pada Oktober, perusahaan investasi asal AS ini juga sempat meningkatkan kepemilikan hampir tiga kali lipat.
Aksi ambil untung kedua investor tersebut terjadi seiring dengan tren pelemahan harga saham MBMA. Hingga perdagangan Jumat (14/11/2025), saham MBMA ditutup melemah 3,79% ke level Rp635 per lembar, dan terkoreksi 1,55% dalam sepekan. Meski begitu, secara year-to-date (YtD), saham MBMA masih mencatat kenaikan 38,65%, mencerminkan performa yang relatif tangguh di tengah volatilitas pasar logam global.
Optimisme Analis Masih Kuat di Tengah Koreksi
Di sisi lain, sejumlah manajer investasi justru menambah kepemilikan di MBMA. Dimensional Fund Advisors LP tercatat menambah 110.400 lembar saham, sementara Amplify Investment mengakumulasi 555.645 lembar sepanjang November. Kedua investor ini tampak mempertahankan pandangan positif terhadap prospek jangka panjang MBMA.
Pandangan serupa juga datang dari konsensus analis Bloomberg, di mana 10 dari 15 analis memberikan rekomendasi beli, tiga menyarankan tahan, dan hanya dua yang merekomendasikan jual. Target harga rata-rata saham MBMA untuk 12 bulan ke depan berada di Rp724 per saham, mencerminkan potensi upside sekitar 14% dari harga saat ini.
Optimisme itu tidak lepas dari fundamental operasional yang solid. Sepanjang kuartal III/2025, MBMA mencatatkan peningkatan signifikan pada tambang nikel milik anak usahanya, PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM). Produksi bijih nikel saprolit naik 89% year-on-year (YoY) menjadi 2 juta ton metrik basah, sementara limonit tumbuh 51% YoY menjadi 5,6 juta ton.
Efisiensi operasional juga meningkat, dengan biaya tunai saprolit turun menjadi US$23,3 per ton, serta biaya limonit sebesar US$7,9 per ton dengan margin kas yang masih meningkat 20% YoY. Kinerja ini menegaskan posisi MBMA sebagai salah satu pemain kunci di rantai pasok bahan baku baterai nasional.
Fokus Hilirisasi dan Proyek Strategis 2026
Sebagai entitas di bawah PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), MBMA terus memperluas portofolio hilirisasinya melalui dua proyek strategis: smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) dan pabrik Acid Iron Metal (AIM).
Proyek HPAL yang dijalankan oleh PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) kini telah mencapai 54% progres konstruksi, sementara fasilitas pendukung Feed Preparation Plant (FPP) mencapai 29%. Komisioning tahap pertama ditargetkan mulai pertengahan 2026.
Sementara itu, di fasilitas AIM yang dikelola PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI), produksi asam sulfat mencapai 251.715 ton, dengan fasilitas pelat tembaga katoda kini memasuki tahap produksi awal sesuai standar London Metal Exchange (LME).
Kendati pendapatan MBMA pada kuartal III/2025 menurun 32% YoY menjadi US$935 juta, sebagian besar analis menilai penurunan ini bersifat temporer karena berkurangnya kontribusi dari segmen Nickel Pig Iron (NPI) dan High-Grade Nickel Matte (HGNM). Margin operasional justru membaik karena penurunan biaya tunai dan optimalisasi bijih internal.
Dengan strategi efisiensi, ekspansi smelter, dan fokus pada hilirisasi nikel, MBMA tetap menjadi salah satu emiten logam hijau yang paling menarik menjelang 2026. Meski investor besar tampak melakukan aksi jual jangka pendek, arah jangka panjang MBMA masih terlihat positif — terutama di tengah gelombang transisi energi global yang semakin kuat.
0 Komentar