Masuknya BlackRock Inc. ke saham PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) sempat memantik optimisme pasar. Bagaimana tidak, nama pengelola aset terbesar dunia itu biasanya identik dengan keyakinan jangka panjang dan tesis investasi yang matang. Namun cerita MBMA justru bergerak ke arah sebaliknya: singkat, cepat, dan mengejutkan.
Menjelang akhir 2025, kepemilikan BlackRock di MBMA praktis tinggal jejak. Dari ratusan juta lembar saham, kini tersisa hanya 2.507 lembar—angka yang secara ekonomi nyaris tak berarti. Padahal, pada Juli 2025, BlackRock masih menggenggam 165,60 juta saham MBMA dan sempat bercokol sebagai salah satu pemodal institusi terbesar.
Fenomena ini menimbulkan satu pertanyaan besar: apakah BlackRock salah membaca cerita MBMA, atau justru pasar yang belum siap mengikuti ritme investasi mereka?
Kronologi Masuk–Keluar BlackRock di MBMA
Jika ditarik ke belakang, pola gerak BlackRock di MBMA terbilang agresif tapi pendek napas. April 2025 menjadi titik awal, ketika BlackRock mulai mengoleksi 879.500 saham. Sebulan berselang, Mei 2025, kepemilikannya melonjak drastis menjadi 97,45 juta lembar—sebuah sinyal akumulasi serius.
Aksi beli berlanjut pada Juni dan Juli 2025, hingga kepemilikan mencapai puncak 165,60 juta saham. Namun euforia itu tak bertahan lama. Agustus 2025 menjadi titik balik, ketika BlackRock tercatat melepas seluruh saham MBMA yang ada di kantongnya.
Yang menarik, pada Oktober–November 2025, nama BlackRock kembali muncul dalam daftar pemegang saham—namun hanya dengan ratusan hingga ribuan lembar. Lebih mirip “debu administratif” ketimbang posisi investasi strategis.
Artinya jelas: BlackRock hanya benar-benar “all in” di MBMA selama sekitar empat bulan. Sebuah durasi yang sangat pendek untuk ukuran investor institusional global.
Saham Turun, Tapi Pemodal Kakap Lain Tetap Mengisi
Di tengah keluarnya BlackRock, pergerakan harga saham MBMA memang belum ramah. Dalam sebulan terakhir, saham ini sempat tertekan lebih dari 20%, meski secara year to date (YtD) masih mencatatkan return positif sekitar 17,9%.
Namun menariknya, tidak semua pemodal kakap ikut angkat kaki. Data Bloomberg menunjukkan justru ada institusi lain yang menambah eksposur.
- Dimensional Fund Advisors LP tercatat mengakumulasi 146.400 saham sepanjang Desember 2025.
- Sprott Inc., yang sempat melakukan aksi jual sebelumnya, berbalik arah dengan memborong 3,67 juta saham di bulan yang sama.
Bahkan secara kuartalan, kepemilikan Sprott melonjak signifikan—bertambah 50,34 juta saham sepanjang Oktober–Desember 2025. Ini menandakan satu hal penting: keluarnya BlackRock bukan berarti cerita MBMA tamat. Pasar institusi justru sedang terbelah dalam membaca masa depan emiten ini.
Taruhan MBMA: Nikel, Slurry, dan HPAL
Di balik volatilitas saham, cerita fundamental MBMA justru sedang dibangun. Perusahaan tengah memacu produksi tambang di PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) dan mengintegrasikannya dengan fasilitas pengolahan di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Salah satu game changer-nya adalah pipa slurry—sistem pengangkutan bijih limonit berbentuk lumpur dari tambang ke pabrik. Metode ini jauh lebih efisien dibandingkan angkutan konvensional, meski menuntut belanja modal besar di awal.
Tak berhenti di situ, MBMA juga mengembangkan pabrik HPAL ketiga melalui PT Sulawesi Nickel Cobalt dengan kapasitas 90.000 ton nikel MHP, yang ditargetkan mulai beroperasi pada pertengahan 2026. Jika semua berjalan sesuai rencana, kontribusi pendapatan baru mulai terasa sejak tahun depan.
Dari sisi proyeksi, analis melihat potensi perbaikan nyata. Target penjualan bijih nikel dipatok hingga 20 juta WMT, sementara efisiensi dari Feed Preparation Plant (FPP) baru di SCM diyakini mampu menekan biaya logistik. Dampaknya, margin EBITDA MBMA diproyeksikan melonjak ke 19,1% pada 2026, dari sekitar 9,6% di 2025.
Kisah MBMA di 2025 adalah cerita tentang ekspektasi, kesabaran, dan timing. BlackRock mungkin datang terlalu dini—atau pergi terlalu cepat. Sementara itu, sebagian investor institusional lain memilih bertahan dan menambah posisi, bertaruh pada fase produksi dan monetisasi proyek nikel MBMA yang baru akan matang pada 2026.
Bagi investor ritel, pesan terpentingnya sederhana: jangan hanya mengikuti siapa yang masuk dan keluar, tapi pahami di fase mana bisnis itu berada. Di saham berbasis komoditas dan proyek besar seperti MBMA, waktu sering kali lebih menentukan daripada nama besar di daftar pemegang saham.
0 Komentar