Receh.in—Tahun 2025 tercatat sebagai salah satu periode paling bergairah dalam sejarah pasar logam global. Tiga komoditas utama—emas, perak, dan tembaga—melaju dalam satu arah: naik tajam dan menembus rekor harga tertinggi sepanjang masa. Fenomena ini jarang terjadi secara bersamaan dan menandai perubahan besar dalam peta permintaan, pasokan, serta preferensi investasi global.
Lonjakan harga logam sepanjang 2025 bukan sekadar refleksi siklus komoditas biasa. Ia lahir dari pertemuan berbagai faktor besar: gangguan pasokan tambang, pelonggaran kebijakan moneter global, percepatan elektrifikasi dan kecerdasan buatan (AI), hingga meningkatnya ketegangan geopolitik lintas kawasan. Kombinasi ini menciptakan tekanan struktural yang mendorong harga ke level baru.
Tembaga Jadi Barometer Krisis Pasokan dan Transisi Energi
Di antara ketiga logam, tembaga menjadi simbol paling nyata dari ketegangan antara pasokan dan permintaan industri global. Sepanjang 2025, harga tembaga melonjak hampir 40% secara year-to-date, mencatat kenaikan tahunan tertinggi sejak 2009. Harga bahkan menembus rekor sepanjang masa di atas US$12.000 per metrik ton di pasar global.
Lonjakan ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Produksi tembaga global terganggu oleh serangkaian insiden besar di negara produsen utama, mulai dari kecelakaan tambang berskala besar, banjir bawah tanah, hingga gangguan operasional akibat kondisi geologis ekstrem. Pada saat yang sama, perubahan arus perdagangan global memperparah tekanan pasokan.
Ancaman tarif impor tembaga oleh Amerika Serikat mendorong pelaku pasar melakukan pengiriman lebih awal ke Negeri Paman Sam. Strategi front-loading ini memperketat pasokan di kawasan lain dan mempercepat reli harga menjelang akhir tahun.
Data penguat reli tembaga 2025:
- Kenaikan harga YtD: hampir 40%
- Harga tertinggi LME: sekitar US$12.282 per ton
- Rekor harga tertinggi sejak 2009
- Gangguan pasokan di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan
- Lonjakan permintaan dari sektor listrik, AI, dan pertahanan
Namun, di balik reli tersebut, pasar tembaga global justru menutup 2025 dalam kondisi surplus pasokan sekitar 500.000 ton. Fakta ini menjadi alasan mengapa prospek harga tembaga pada 2026 diperkirakan lebih terkendali meski tetap positif secara jangka panjang.
Emas dan Perak: Safe Haven di Tengah Dunia yang Bergejolak
Jika tembaga mencerminkan denyut industri global, maka emas dan perak menjadi cermin kegelisahan sistem keuangan dan geopolitik dunia. Sepanjang 2025, harga emas melonjak sekitar 70% sementara perak melesat hingga 150% secara year-to-date. Kinerja ini menempatkan keduanya di jalur pencapaian tahunan terbaik sejak akhir 1970-an.
Reli emas dan perak lebih didorong oleh faktor moneter dan geopolitik dibandingkan faktor industri. Siklus pelonggaran kebijakan moneter global, terutama setelah beberapa kali penurunan suku bunga acuan di Amerika Serikat, membuat daya tarik aset lindung nilai kembali menguat.
Ketegangan geopolitik turut mempertebal permintaan. Konflik energi lintas kawasan, ketidakpastian politik global, serta risiko fragmentasi ekonomi dunia menciptakan kebutuhan perlindungan nilai yang lebih besar di kalangan investor.
Faktor pendorong reli emas dan perak:
- Ekspektasi suku bunga global lebih rendah
- Ketegangan geopolitik global yang meningkat
- Pembelian emas oleh bank sentral dunia
- Arus masuk besar ke produk ETF berbasis logam mulia
- Pelemahan daya beli mata uang utama
Perak Naik Kelas: Dari Logam Moneter ke Logam Strategis
Berbeda dengan emas yang dominan sebagai aset lindung nilai, perak mengalami transformasi peran yang signifikan. Pada 2025, perak tidak lagi dipandang semata sebagai logam moneter, melainkan sebagai bahan baku strategis dalam rantai pasok industri masa depan.
Permintaan perak melonjak seiring ekspansi energi terbarukan, kendaraan listrik, pusat data, dan infrastruktur AI. Panel surya, sistem elektrifikasi transportasi, serta kebutuhan konduktivitas tinggi menjadikan perak komponen yang sulit tergantikan.
Reli perak juga diperkuat oleh dinamika pasar keuangan. Setelah short squeeze besar pada Oktober, pasokan fisik semakin ketat, sementara arus spekulatif mempercepat kenaikan harga. Kondisi ini menciptakan volatilitas tinggi, tetapi sekaligus mengukuhkan perak sebagai logam dengan potensi pertumbuhan struktural.
Data penguat reli perak:
- Kenaikan harga YtD: sekitar 150%
- Rekor harga spot: di atas US$73 per ons
- Defisit pasokan berlangsung lima tahun berturut-turut
- Permintaan kuat dari energi surya dan kendaraan listrik
- Sensitivitas tinggi terhadap arus spekulatif
Proyeksi 2026: Koreksi Sehat atau Lanjutan Reli?
Memasuki 2026, arah pergerakan ketiga logam diperkirakan mulai berbeda. Tembaga berpotensi mengalami konsolidasi dengan kisaran harga yang lebih sempit seiring masih adanya surplus pasokan global, meski volumenya diperkirakan menyusut drastis. Permintaan dari jaringan listrik, AI, dan sektor pertahanan diyakini akan menjaga harga tetap bertahan di atas level psikologis US$10.000 per ton.
Emas diproyeksikan tetap konstruktif, didukung pembelian bank sentral, permintaan ETF, serta lingkungan suku bunga global yang lebih longgar. Namun, dominasi investor ritel dalam arus dana membuat volatilitas harga berpotensi tetap tinggi.
Perak diperkirakan menjadi logam paling fluktuatif. Fundamental jangka menengahnya kuat karena permintaan industri terus melampaui pasokan, tetapi sensitivitas terhadap perubahan posisi spekulatif membuat pergerakannya rawan berayun tajam.
Ringkasan proyeksi 2026:
- Tembaga: konsolidasi di US$10.000–US$11.000 per ton
- Emas: tren naik berlanjut, potensi menuju US$4.900–US$5.000 per ons
- Perak: volatil tinggi, namun defisit struktural tetap menopang harga
Penutup: Logam Kembali Jadi Poros Strategi Global
Reli emas, perak, dan tembaga pada 2025 menandai kembalinya logam sebagai poros utama dalam peta ekonomi dan investasi global. Bukan hanya sebagai komoditas, tetapi sebagai refleksi transisi energi, arah kebijakan moneter, hingga perubahan lanskap geopolitik dunia.
Bagi investor, reli ini menjadi pengingat bahwa di balik angka harga yang spektakuler, terdapat dinamika struktural yang jauh lebih dalam. Tahun 2026 kemungkinan tidak akan setenang grafik 2025, tetapi justru di situlah peluang dan risiko akan semakin nyata—terutama bagi mereka yang mampu membaca arah besar, bukan sekadar pergerakan harian.
0 Komentar