Receh.in - Maskapai PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) menanggung rugi hingga US$2,4 miliar selama 2020 di tengah anjloknya pendapatan lebih dari 67%. Dengan kurs Rp14.492/US$, maka rugi Garuda Indonesia mencapai Rp34,78 triliun
Adapun laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2020 mendapat opini disclaimer atau auditor tidak memberikan pendapat.
Dikutip dari Indopremier, catatan disclaimer tersebut
lantaran pertimbangan aspek keberlangsungan usaha yang menjadi perhatian
auditor di tengah upaya restrukturisasi yang dijalankan Garuda Indonesia sebagai
langkah pemulihan kinerja.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan terus
mengoptimalkan percepatan pemulihan kinerja di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Sementara itu, terkait dengan disclaimer laporan keuangan,
Irfan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan realitas bisnis yang tidak dapat
terhindarkan di tengah tekanan kinerja usaha, imbas kondisi pandemi yang
mengantarkan industri penerbangan dunia pada level terendah sepanjang sejarah.
Tercatat, lalu lintas penumpang internasional mengalami
penurunan drastis lebih dari 60% selama 2020.
Pendapatan Turun Drastis
Dalam Laporan keuangan per 31 Desember 2020 Garuda Indonesia
mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$1,49 miliar turun 67,36% dibandingkan
dengan periode 2019 yang mencapai US$4,57 miliar.
Penurunan pendapatan terutama pada lini bisnis penerbangan
berjadwal Garuda Indonesia dari US$3,77 miliar menjadi hanya US$1,2 miliar.
Pendapatan lini bisnis penerbangan tidak berjadwal turun
menjadi US$77,24 juta dari US$249,9 juta pada 2019. Pendapatan lainnya juga turun
ke US$214,41 juta dibandingkan dengan 2019 yang sebesar US$549,33 juta.
Sementara itu, beban usaha Garuda Indonesia mencapai US$3,3 miliar, turun dibandingkan dengan 2019 yang sebesar US$4,45 miliar. Sayangnya, penurunan ini tidak dapat menanggulangi anjloknya pendapatan maskapai nasional tersebut.
Di sisi lain, beban usaha lainnya meningkat jadi US$391,56 juta, bandingkan dengan 2019 yang hanya US$19,6 juta.
Rugi usaha Garuda Indonesia mencapai US$2,2 miliar, ini berbanding terbalik dari kondisi 2019 yang masih mencatatkan laba usaha US$95,98 juta.
Nilai rugi bersih Garuda Indonesia pun naik berlipat menjadi US$2,44 miliar, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan rugi pada 2019 yang sebesar US$38,93 juta.
Di sisi ekuitas, Garuda mencatatkan ekuitas negatif pada tahun lalu sebesar
US$1,94 miliar. Pada 2019 Garuda masih mencatat ekuitas positif di level US$582,57
juta.
Ujung pangkal perubahan menjadi negatif ini karena naiknya saldo
defisit sebesar US$1,38 miliar pada 1 Januari 2021 yang telah dieliminasi dalam
rangka kuasi reorganisasi dan yang belum dicadangkan meningkat menjadi sebesar
US$3,26 miliar dari posisi US$799,66 juta.
Total liabilitas ikut membengkak
jadi US$12,73 miliar, naik drastis 228,75% dibandingkan dengan posisi 2019 yang sebesar
US$3,87 miliar.
Pembengkan ini akibat liabilitas jangka
panjang yang naik menjadi US$8,43 miliar dari posisi US$477,21 juta. Menurut laporan keuangan itu, kondisi ini akibat PSAK
71 yang membuat liabilitas sewa membengkak menjadi US$4,49 miliar.
Sementara itu, liabilitas jangka pendek pun turut meningkat menjadi US$4,29 miliar dari posisi US$3,39 miliar pada tahun sebelumnya. Kondisi ini karena liabilitas sewa yang naik menjadi US$1,5 miliar dari hanya US$52,53 juta pada 2019.
Posisi total aset Garuda pada akhir tahun lalu tercatat naik menjadi US$10,78 miliar dari posisi US$4,45 miliar pada 2019. Kenaikan itu terjadi pada aset tidak lancar US$10,25 miliar dari sebelumnya US$3,32 miliar.
Adapun aset lancar turun ke US$536,54 juta dari US$1,33 miliar. Posisi kas dan setara kas juga drop ke US$200,97 juta dari posisi 2019 di US$299,34 juta.
0 Komentar