Receh.in | Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi (Komdigi) menetapkan dua pemenang utama dalam lelang spektrum 1,4GHz untuk layanan Fixed Wireless Access (FWA), yaitu PT Telemedia Komunikasi Pratama—anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI)—dan PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA).
Dalam hasil resmi lelang yang diumumkan Kamis (16/10), WIFI
berhasil memenangkan Wilayah 1 (Jawa, Maluku, dan Papua) dengan nilai
penawaran Rp403,8 miliar, sementara DSSA mengantongi Wilayah 2
dan 3 senilai total Rp401,8 miliar (masing-masing Rp300,9 miliar dan
Rp100,9 miliar).
Kedua perusahaan memperoleh pita frekuensi 80MHz dengan masa izin 10
tahun, menjadikan keduanya tulang punggung pengembangan layanan FWA
nasional.
Menariknya, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) tidak memenangkan alokasi dalam lelang kali ini, membuka ruang bagi pemain swasta digital untuk memperkuat posisi di sektor broadband rumah tangga.
WIFI Berpotensi Jadi Pemimpin Baru FWA
Menurut analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Daniel Widjaja, hasil lelang ini berpotensi mengubah lanskap industri broadband nasional.
“Dengan akses eksklusif ke lebih dari 61% rumah tangga Indonesia, WIFI berpeluang menjadi pemain dominan dalam FWA. Biaya izin frekuensi yang rendah—sekitar USD0,002 per MHz per populasi—menjadi faktor efisiensi besar bagi ekspansi cepat, terutama di wilayah non-fiber,” jelas Daniel.
Spektrum 1,4GHz dinilai memiliki keunggulan teknis berupa jangkauan luas dan penetrasi sinyal yang stabil, menjadikannya ideal untuk layanan last-mile broadband di area semi-urban dan rural.
DSSA Perkuat Diversifikasi Bisnis Digital
Bagi DSSA, kemenangan ini memperkuat ekspansi grup Sinarmas ke bisnis infrastruktur digital dan konektivitas nasional.
Melalui PT Eka Mas Republik, DSSA akan fokus mengembangkan jaringan FWA di kawasan Kalimantan, Sulawesi, dan sebagian Sumatra.
Langkah ini sejalan dengan strategi grup untuk menyeimbangkan portofolio bisnis energi dengan sektor teknologi dan komunikasi.
FWA Jadi Katalis Transformasi Broadband Nasional
Analis Mirae Asset lainnya, Wilbert Arifin, menilai masuknya WIFI dan DSSA akan meningkatkan kompetisi di pasar internet rumah (home broadband).
“FWA menjadi solusi efisien bagi rumah tangga yang belum terjangkau fiber optic (FTTH). Model bisnisnya ringan secara infrastruktur dan memungkinkan penetrasi broadband yang lebih cepat,” kata Wilbert.
Sebagai pembanding, Indonesia terakhir kali menggelar lelang FWA pada 2013, saat PT Internux meluncurkan layanan Bolt berbasis 4G LTE di pita 2,3GHz. Meski sempat menarik lebih dari dua juta pelanggan, Bolt berhenti beroperasi pada 2019 karena keterbatasan kapasitas dan biaya lisensi yang tinggi.
Kini, dengan kapasitas pita yang lebih besar dan efisiensi teknologi yang lebih tinggi, pasar optimistis FWA akan kembali hidup dan menjadi tulang punggung digitalisasi nasional.
Tren Global: FWA Jadi Segmen Broadband Paling Cepat Tumbuh
FWA menjadi fenomena global yang tumbuh pesat. Operator
besar dunia seperti T-Mobile (7,3 juta pelanggan), Verizon (5,1 juta),
dan Jio India (7,4 juta) berhasil memperluas akses broadband rumah dalam
waktu kurang dari dua tahun.
Model ini kini dianggap sebagai pengganti strategis fiber di
negara-negara dengan infrastruktur terbatas.
Kedua analis menilai keberhasilan implementasi 1,4GHz akan sangat bergantung pada strategi komersialisasi dan kecepatan pembangunan jaringan. Namun, mereka optimistis langkah Komdigi ini menjadi fondasi penting bagi pemerataan akses internet cepat dan transformasi digital nasional.
“FWA adalah game-changer baru dalam peta broadband Indonesia. Jika dikelola dengan efisien, Indonesia bisa memperpendek jarak digital hingga 40% dalam tiga tahun ke depan,” pungkas Daniel Widjaja.
0 Komentar