Receh.in | Mayoritas bursa saham Asia mengakhiri perdagangan Rabu (15/10/2025) di zona hijau, terdorong komentar dovish Ketua The Fed Jerome Powell yang memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan pada akhir tahun ini.
Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru tertahan di zona negatif, tertekan oleh pelemahan saham sektor teknologi dan aksi ambil untung investor domestik.
IHSG Terkoreksi Ringan di Tengah Euforia Asia
IHSG ditutup melemah 16 poin (-0,19%) ke level 8.051, setelah sempat bergerak fluktuatif sepanjang sesi perdagangan. Sektor teknologi menjadi pemberat utama dengan penurunan 3,34%, sementara sektor barang konsumsi non-primer menjadi penopang dengan kenaikan 0,72%.
Aktivitas perdagangan relatif tinggi, dengan volume
transaksi mencapai 361,62 juta lot saham dan nilai transaksi sebesar
Rp29,96 triliun.
Saham-saham yang mencatat kenaikan tertinggi (top gainers) antara lain KICI,
MBTO, CBRE, SOHO, PUDP, STAA, dan BAPA.
Sementara saham teraktif didominasi oleh WIFI, GZCO, CDIA, CBRE, BBRI, BRMS,
dan CUAN.
Analis menilai, pergerakan IHSG hari ini cenderung “menunggu arah” karena investor masih mencermati arah kebijakan moneter global serta perkembangan konflik dagang AS–Tiongkok yang kembali memanas.
Sinyal Pelonggaran The Fed Bikin Pasar Asia Menguat
Di pasar regional, indeks saham Asia menghijau serempak,
didorong oleh pernyataan Jerome Powell yang membuka peluang penurunan suku
bunga lanjutan.
Powell mengatakan, “akhir dari upaya jangka panjang The Fed untuk mengurangi
kepemilikan aset mungkin akan segera terlihat.” Komentar tersebut ditafsirkan
pasar sebagai sinyal bahwa fase pengetatan kuantitatif (quantitative
tightening/QT) segera berakhir.
“The Fed mungkin akan segera mengumumkan penghentian QT pada pertemuan FOMC Oktober mendatang, disertai pemangkasan suku bunga 25 basis poin di Oktober dan Desember,” ujar Tom Kenny, ekonom senior ANZ, dikutip Reuters.
Optimisme investor juga ditopang laporan keuangan positif
bank-bank besar AS dan revisi naik proyeksi pertumbuhan global 2025 oleh
Dana Moneter Internasional (IMF).
Sebagai hasilnya, indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 1,38%,
sementara bursa utama Asia melonjak:
- Nikkei 225 (Jepang) +1,76% ke 47.672
 - Kospi (Korsel) +2,68% ke 3.657
 - Hang Seng (Hong Kong) +1,84% ke 25.910
 - Shanghai Composite (China) +1,22% ke 3.912
 - Taiex (Taiwan) +1,80% ke 27.275
 - ASX200 (Australia) +1,03% ke 8.990
 
Kenaikan ini juga diikuti oleh penguatan mata uang Asia terhadap dolar AS, termasuk rupiah yang naik 0,16% ke Rp16.576/USD. Yen Jepang, dolar Singapura, dan baht Thailand juga menguat lebih dari 0,3%.
Pasar Masih Diwarnai Ketegangan AS–China
Meski sentimen pelonggaran moneter mendukung pasar, risiko geopolitik tetap membayangi. Presiden AS Donald Trump kembali memicu ketegangan dengan mengancam mengakhiri sebagian hubungan dagang dengan China, termasuk sektor minyak goreng dan logam tanah jarang.
Sebagai respons, Beijing mulai mengenakan biaya pelabuhan tambahan bagi perusahaan pelayaran yang mengangkut barang asal AS, memperburuk tensi dagang dua negara ekonomi terbesar dunia itu.
“Gencatan senjata jangka panjang tampaknya sulit tercapai. Namun, pasar perlu menyadari bahwa kedua pihak kerap memainkan strategi push and pull dalam negosiasi,” ujar Tony Sycamore, analis pasar di IG.
Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer menegaskan, tarif tambahan 100% untuk produk Tiongkok bisa diberlakukan mulai 1 November, tergantung sikap Beijing.
Minyak Melemah, Bursa Eropa Menguat
Harga minyak dunia sedikit melemah setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan potensi surplus pasokan pada 2026 hingga 4 juta barel per hari.
- Brent turun 0,14% ke US$62,30 per barel
 - WTI turun 0,05% ke US$58,67 per barel
 
Sementara itu, bursa Eropa dibuka menguat, dipimpin oleh lonjakan saham-saham merek mewah seperti LVMH (+12,8%), Christian Dior (+12,5%), dan Burberry (+7%), setelah laporan pendapatan kuartalan yang di atas ekspektasi. Indeks Stoxx 600 naik 0,7%, sementara CAC 40 Prancis melonjak 2,4%.
Kesimpulan Receh.in
Pasar Asia mendapat dorongan kuat dari ekspektasi pembalikan arah kebijakan moneter AS, namun IHSG masih tertahan di zona negatif karena tekanan sektor teknologi dan aksi ambil untung domestik.
Rupiah yang stabil, arus modal yang mulai masuk, serta sinyal pelonggaran The Fed bisa menjadi bantalan positif bagi IHSG dalam jangka pendek, meski ketegangan AS–China tetap menjadi risiko eksternal yang perlu diwaspadai.
💬 “The Fed memberi angin segar, tapi pasar Indonesia masih butuh bahan bakar domestik untuk bangkit,” — Receh.in Market Insight.

0 Komentar