Ticker

4/recent/ticker-posts

Bitcoin Terperosok: Ketika Optimisme Digital Kembali Diuji

Daftar Isi [Tampilkan]


Receh.in
– Pasar kripto kembali menunjukkan betapa rapuhnya euforia yang dibangun dari harapan.

Awal November 2025 menandai babak baru yang pahit bagi Bitcoin. Setelah sempat menembus rekor tertinggi sepanjang masa di atas US$126.000 pada awal Oktober, aset digital terbesar di dunia itu kini kembali jatuh di bawah US$100.000.

Penurunan lebih dari 21% dalam waktu kurang dari sebulan menghapus kepercayaan diri yang sempat tumbuh di komunitas kripto global — dan menandai kembalinya Bitcoin ke wilayah bear market.

Bagi mereka yang baru masuk ke dunia kripto, angka ini mungkin tampak sekadar fluktuasi harga.

Namun, bagi pelaku lama, ini bukan sekadar koreksi — melainkan wake-up call bahwa pasar kripto masih jauh dari kata stabil.

Bitcoin, yang selama bertahun-tahun disebut sebagai “emas digital”, kembali menunjukkan sifat aslinya: aset spekulatif yang hidup dari ekspektasi, bukan dari fundamental ekonomi konvensional.

 

Dari “Uptober” ke “Downvember”

Biasanya, bulan Oktober dikenal di komunitas kripto sebagai Uptober — bulan yang secara historis sering membawa kenaikan signifikan bagi Bitcoin.
Namun tahun ini, optimisme itu kandas.

Untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun, Bitcoin mencatat kerugian bulanan di bulan Oktober. Fenomena “Uptober” berubah menjadi “Downvember”, sebuah permainan kata yang merefleksikan perubahan mood pasar secara ekstrem.

Tekanan tidak datang tiba-tiba. Ia menumpuk selama beberapa pekan, seiring likuidasi besar-besaran di pasar derivatif, keluarnya dana institusional dari crypto funds, dan berubahnya ekspektasi terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed.

Ketika Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga tidak akan terjadi dalam waktu dekat, pasar kripto seperti kehilangan pijakan.

Dalam dunia yang hidup dari narasi likuiditas, pernyataan itu terdengar seperti rem darurat yang ditarik mendadak.

 

Likuidasi Terbesar dalam Sejarah Bitcoin

Puncak gejolak terjadi pada 10 Oktober 2025.

Dalam waktu kurang dari 24 jam, posisi long bitcoin senilai sekitar US$19 miliar dilikuidasi.

Beberapa perkiraan bahkan menyebutkan nilainya bisa mencapai US$30 miliar — menjadikannya aksi likuidasi terbesar dalam sejarah aset ini.

Bagi pasar yang didominasi oleh leverage tinggi dan algoritma perdagangan otomatis, itu seperti badai yang sempurna: satu gelombang penjualan memicu gelombang berikutnya, hingga pasar kehilangan keseimbangan.

Jonathan Man, manajer portofolio di Bitwise, menggambarkan situasi itu dengan lugas:

“Hampir tidak penting apa penyebabnya. Yang jelas, kita diingatkan betapa rapuhnya pasar ini.”

Ketika tekanan seperti ini terjadi, kejatuhan harga tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga kerusakan psikologis.

Indeks sentimen kripto — ukuran sederhana untuk mengukur “rasa takut” di pasar — anjlok ke level 21, titik yang disebut sebagai extreme fear.

Biasanya, level ini menjadi pertanda pembalikan arah, tapi kali ini pasar justru menukik lebih dalam.

 

Tidak Ada Katalis Baru, Hanya Ketidakpastian

Berbeda dengan pasar saham yang kini hidup dari narasi kecerdasan buatan (AI rally), pasar kripto tampak kehilangan cerita barunya.

Tidak ada proyek besar, tidak ada inovasi naratif, tidak ada katalis teknologi yang cukup menggairahkan imajinasi investor.

Di sisi lain, investor institusional yang semula memperlakukan Bitcoin sebagai diversifikasi portofolio kini justru mengalihkan dana ke saham — terutama setelah laporan keuangan sejumlah perusahaan teknologi menunjukkan hasil yang solid.
Ketika pasar saham dan Bitcoin sama-sama melemah pada awal pekan, sebagian investor bahkan menjual Bitcoin untuk menutup posisi di saham, menciptakan efek sell pressure ganda.

Dengan kata lain, Bitcoin hari ini bukan lagi safe haven; ia kembali menjadi aset berisiko yang naik dan turun bersama arah pasar global.

Dan itu menjadi persoalan besar bagi mereka yang selama ini mengandalkan narasi “Bitcoin sebagai lindung nilai terhadap inflasi”.

 

Kejenuhan dalam Optimisme

Selama dua tahun terakhir, Bitcoin telah menjadi laboratorium psikologis terbesar di dunia keuangan.

Setiap kenaikan harga dianggap sebagai validasi ideologis; setiap koreksi ditafsirkan sebagai peluang baru.

Namun koreksi kali ini terasa berbeda — bukan hanya karena skalanya besar, tapi karena kebosanan dan kelelahan kolektif mulai terasa.

Para analis seperti Alex Kuptsikevich dari FXPro menyebut bahwa ketika pasar jatuh lebih dalam dari level ketakutan ekstrem sebelumnya, itu menandakan penurunan yang tidak lagi rasional, melainkan refleks dari rasa panik dan frustrasi.

Pasar kehilangan kepercayaan diri — bukan karena fundamental Bitcoin berubah, tetapi karena narrative momentum-nya melemah.

 

Di Persimpangan: Antara Harapan dan Realitas

Sampai hari ini, beberapa tokoh optimistis seperti Tom Lee dan Geoff Kendrick masih memproyeksikan harga Bitcoin di kisaran US$200.000 dalam dua bulan ke depan.

Namun untuk mencapai target itu, harga harus naik 100% hanya dalam waktu delapan minggu — sebuah target yang, secara realistis, hampir mustahil tanpa katalis besar.

Guillermo Fernandes dari Blockpliance menilai pasar kini berada di persimpangan yang berbahaya.

“Dengan tekanan perdagangan yang meningkat, ketidakpastian suku bunga, dan potensi dampak penutupan pemerintahan AS terhadap data ekonomi, pembeli belum punya cukup alasan untuk kembali di level US$120.000,” ujarnya.

Bitcoin memang telah mengajarkan satu hal kepada semua orang: ia bisa bangkit ketika tidak ada yang mempercayainya, dan jatuh ketika semua orang yakin pada masa depannya.

Tetapi kali ini, yang diuji bukan hanya daya tahan harga — melainkan kedewasaan ekosistemnya dalam menghadapi perubahan arah modal global.

 

Pelajaran dari Pasar yang Selalu Bergerak

Jika kita melihat ke belakang, sejarah Bitcoin adalah sejarah dari siklus keyakinan dan keraguan.

Setiap reli besar selalu diikuti koreksi yang tajam, setiap “musim dingin kripto” selalu diikuti oleh narasi kelahiran kembali.

Namun, setiap siklus juga menyingkirkan satu hal: keyakinan buta bahwa teknologi bisa menggantikan disiplin pasar.

Di dunia di mana suku bunga kembali penting, likuiditas global menipis, dan investor menuntut rasionalitas, Bitcoin harus menemukan kembali perannya.

Apakah ia tetap menjadi simbol perlawanan terhadap sistem keuangan tradisional, atau justru menjadi bagian dari portofolio modern yang tunduk pada logika ekonomi global?

Jawabannya mungkin belum jelas.

Namun satu hal pasti: bagi investor cerdas, setiap kejatuhan pasar bukan hanya tentang harga yang turun — tapi tentang kesempatan untuk melihat dengan lebih jernih apa yang sebenarnya bernilai di tengah hiruk-pikuk spekulasi.

Posting Komentar

0 Komentar