Receh.in – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memasuki fase baru restrukturisasi setelah mendapatkan suntikan dana jumbo dari Daya Anagata Nusantara (Danantara). Alih-alih menambah armada, mayoritas dana segar tersebut dialokasikan untuk memperbaiki fondasi operasional Garuda dan Citilink—termasuk membayar utang bahan bakar hingga biaya perawatan pesawat.
Aksi ini menandai pergeseran strategi GIAA: bukan lagi mengejar ekspansi, tetapi memastikan pesawat bisa terbang lebih sehat dan cashflow lebih terkelola.
63% Dana Disalurkan ke Citilink, Fokus Menutup Utang & Perawatan Pesawat
Dalam RUPSLB pada 12 November 2025, pemegang saham menyetujui penyertaan modal Rp23,67 triliun dari Danantara, terdiri dari:
- Rp17,02 triliun setoran modal tunai
- Rp6,65 triliun konversi utang pemegang saham (shareholder loan/SHL)
Dari total dana itu, Rp14,9 triliun atau 63,22% langsung diarahkan ke Citilink sebagai peningkatan modal.
Distribusi anggarannya:
1. Modal kerja & operasional Citilink – Rp11,23
triliun (47,45%)
Untuk menutup biaya perawatan dan perbaikan pesawat.
Sumber dana:
- Rp4,82 triliun dari konversi SHL
- Rp6,40 triliun dari setoran tunai
2. Pelunasan utang bahan bakar dengan Pertamina – Rp3,73
triliun (15,77%)
Utang ini berasal dari perjanjian 8 Desember 2023 senilai US$225 juta.
Penyaluran modal ke Citilink akan dilakukan pada Desember 2025.
Garuda Alihkan Strategi: Semua Dana untuk Operasional, Ekspansi Dihapus
GIAA juga mengalokasikan Rp8,70 triliun (36,78%) untuk modal kerja perseroan, terutama membayar perawatan pesawat yang dikerjakan GMFI atau MRO lainnya. Dari dana ini:
- Rp1,82 triliun berasal dari SHL
- Rp6,88 triliun dari setoran tunai
Menariknya, GIAA merevisi rencana pemakaian modal.
Dalam proposal awal (9 Oktober 2025), Garuda masih berniat menggunakan dana
untuk ekspansi armada. Namun pada dokumen terbaru (11 November 2025),
seluruh alokasi ekspansi dihapus.
Artinya, GIAA—dan Citilink—tidak menambah armada dalam waktu dekat.
Keputusan ini konsisten dengan arahan Danantara yang ingin memulihkan kesehatan keuangan Garuda sebelum langkah pertumbuhan.
Tantangan Besar: Rugi Membengkak & Ekuitas Masih Negatif
Meski mendapat dana jumbo, kondisi fundamental Garuda masih jauh dari ideal.
Per September 2025:
- Rugi bersih US$182,53 juta, naik 39,1% YoY
- Aset US$6,75 miliar
- Liabilitas US$8,28 miliar
- Ekuitas negatif US$1,53 miliar
Artinya, Garuda masih harus mengejar perbaikan operasional yang signifikan agar bisa kembali mencetak laba.
Danantara optimistis restrukturisasi ini akan menunjukkan hasil pada 2026, dengan Garuda memasuki fase positif dan berpotensi kembali untung.
Apa Artinya bagi Investor?
1. Prioritas operasional di atas ekspansi
GIAA dan Citilink menahan diri dari ekspansi armada—keputusan konservatif yang menurunkan risiko finansial jangka pendek.
2. Peningkatan kapasitas Citilink bisa jadi katalis
Sebagai penyumbang volume besar, Citilink berpotensi menjadi motor pemulihan pendapatan.
3. Risiko masih tinggi
Ekuitas negatif dan rugi yang membengkak menjadi faktor yang harus dicermati investor. Perbaikan membutuhkan waktu.
4. Peran strategis Danantara
Masuknya SWF ini memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah akan menjaga keberlangsungan nasional carrier.
Garuda Indonesia sedang menjalani restrukturisasi paling agresif dalam satu dekade terakhir. Fokus pendanaan pada modal kerja dan perawatan pesawat menunjukkan strategi pemulihan yang lebih realistis. Namun investor harus bersiap: prosesnya tidak instan, dan risiko masih tinggi—meski peluang turnaround mulai terbuka.
%20Tbk.%20GIAA.png)
0 Komentar