Receh.in – Saham PT Timah Tbk. (TINS) kembali menjadi
sorotan. Meski tidak berhasil masuk MSCI Small Caps untuk tinjauan
November 2025, harga saham perusahaan tambang timah terbesar di Indonesia itu
justru sudah mengalami reli spektakuler sepanjang tahun.
Dengan lonjakan hampir 195% year to date, investor mulai mempertanyakan: apakah kenaikan TINS masih berlanjut atau justru sudah berada di puncak?
Kinerja Fundamental TINS: Laba Turun, namun Pemulihan Mulai Terlihat
Pada penutupan Senin (17/11), TINS bertengger di Rp3.200 per saham. Meski harga sudah melonjak tinggi, konsensus sembilan analis Bloomberg tetap memberi rekomendasi beli, dengan target harga rata-rata Rp3.436 dalam 12 bulan ke depan. Valuasi TINS saat ini mencerminkan P/E 26,83 kali dan PBV 3,11 kali, lebih mahal dibandingkan ANTM namun masih dianggap masuk akal oleh sebagian analis karena dinamika harga timah global.
Dari sisi laporan keuangan, kinerja TINS tidak sepenuhnya mulus.
- Laba bersih 9 bulan 2025: Rp602,42 miliar (turun 33,71% YoY)
- Laba semester I 2025: Rp300,06 miliar → laba kuartal berikutnya mengganda
- Pendapatan: Rp6,60 triliun (turun 19,95% YoY)
- Laba kotor: Rp1,53 triliun (turun 30,19% YoY)
- Arus kas: turun ke Rp1,33 triliun dari Rp1,82 triliun di akhir 2024
Aset TINS naik menjadi Rp13,69 triliun dengan ekuitas yang juga meningkat menjadi Rp7,61 triliun. Namun liabilitas ikut menanjak hingga Rp6,08 triliun.
Meski pertumbuhan laba melambat, tren perbaikan mulai tampak pada kuartal III/2025. Disiplin operasional di bawah manajemen baru, pengetatan rantai pasok, serta peningkatan ketersediaan bijih timah menjadi faktor yang mendorong pemulihan ini. Produksi yang sempat berada di sekitar 700 ton per Januari 2025 telah meningkat menjadi 1.700 ton pada September 2025.
Prospek Harga Timah Global: Sentimen Terbesar untuk TINS
Selain pemulihan operasional, prospek harga timah global menjadi motor penggerak utama bagi saham TINS ke depan. Sejumlah bank investasi dunia memproyeksikan harga timah dapat menembus US$40.000 per ton hingga 2026, bahkan berpotensi mencapai US$50.000 jika pasar semakin ketat akibat gangguan pasokan di Indonesia dan Myanmar.
Setiap kenaikan US$1.000 per ton harga timah disebut dapat meningkatkan pendapatan TINS sebesar 2,4% di tahun 2026. Dengan struktur biaya yang mulai stabil dan strategi peningkatan produksi, TINS berada di posisi strategis sebagai penerima manfaat kenaikan harga komoditas ini.
Harga jual rata-rata TINS pada kuartal III/2025 naik menjadi US$33.596 per metrik ton, menandai tren harga yang menyokong kinerja kuartalan meski produksi turun 20% YoY akibat cuaca dan terganggunya cadangan.
Rehabilitasi Aset hingga 6 Smelter & Outlook Saham TINS
Katalis besar lainnya adalah rencana pengalihan aset Rp6–7 triliun dari pemerintah kepada TINS. Paket ini mencakup enam smelter, alat berat, dan inventaris timah olahan—aset penting yang dapat memperkuat kapasitas produksi nasional sekaligus memperbaiki posisi hilirisasi TINS.
Setelah proses rehabilitasi, kapasitas peleburan TINS diperkirakan mampu meningkat hingga 50%. Ini membuka peluang percepatan produksi dan margin keuntungan dalam beberapa tahun mendatang.
Henan Putihrai Sekuritas menilai:
- TINS akan menikmati manfaat dari pemberantasan tambang ilegal
- Produksi dan pasokan akan lebih stabil pada 2026–2027
- Sentimen harga timah global sangat menyokong
- Aset baru bakal memperkuat kinerja jangka panjang
Dengan faktor-faktor tersebut, target harga yang diberikan Henan Putihrai mencapai Rp4.200, lebih tinggi dari konsensus analis Bloomberg.
TINS Sudah Terbang, tapi Potensi Belum Habis
Meski tidak masuk MSCI Small Caps, reli TINS sepanjang 2025 tidak terlihat goyah. Kenaikan hampir 200% YtD memang membuat valuasinya tidak lagi murah, tetapi tiga katalis besar menjaga peluang upside tetap terbuka:
- Pemulihan operasional dan peningkatan produksi
- Prospek lonjakan harga timah global hingga 2026
- Penguatan kapasitas melalui pengalihan aset smelter dan peralatan baru
Dengan risiko yang tetap perlu dicermati—terutama volatilitas harga komoditas dan tekanan biaya—TINS masih menawarkan ruang pertumbuhan bagi investor yang percaya pada siklus pemulihan industri timah.
Untuk saat ini, momentum masih berpihak pada TINS, dan 2026 bisa menjadi tahun penentu apakah reli multibagger ini berlanjut atau memasuki fase konsolidasi.
0 Komentar