Ticker

4/recent/ticker-posts

Surge (WIFI) Pacu Ekspansi Besar Usai Menang Lelang Frekuensi dan Masuk MSCI Index

Daftar Isi [Tampilkan]


Receh.in
— Emiten telekomunikasi digital PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) atau Surge, yang terafiliasi dengan pengusaha Hashim Djojohadikusumo, tengah menjadi sorotan di pasar modal. Dua sentimen positif sekaligus mengiringi langkah perseroan — kemenangan di lelang pita frekuensi 1,4 GHz Regional I (Jawa, Papua, Maluku) dan penetapan sebagai anggota MSCI Indonesia Small Cap Index untuk periode rebalancing November 2025. Kombinasi dua pencapaian itu dinilai memperkuat posisi Surge sebagai pemain baru yang serius di bisnis infrastruktur digital nasional.

Pada penutupan perdagangan Selasa (11/11), saham WIFI ditutup melemah 2,27% ke Rp3.440 per saham, namun jika ditarik secara tahunan, harga sahamnya telah melonjak 743,67% (year-to-date) — menjadikannya salah satu saham multibagger di Bursa Efek Indonesia tahun ini. Meski telah reli tinggi, para analis masih memandang prospeknya cerah. Data Terminal Bloomberg menunjukkan, dari enam analis yang meliput saham WIFI, semuanya kompak memberikan rekomendasi beli dengan target harga rata-rata Rp6.416 per saham, atau potensi kenaikan sekitar 86,5% dari harga saat ini.

 

Membangun Ekosistem Digital Lewat Frekuensi dan Infrastruktur Serat Optik

Surge tengah menapaki fase penting untuk memperluas jaringan internet murah dan cepat ke seluruh pelosok negeri. Anak usahanya, PT Telemedia Komunikasi Pratama, resmi memenangkan lelang pita frekuensi radio 1,4 GHz Regional I yang memberikan hak penggunaan spektrum 80 MHz untuk wilayah Jawa, Papua, dan Maluku selama 10 tahun. Dengan lisensi tersebut, Surge berambisi mengembangkan layanan Fixed Broadband dan Fiber to the Home (FTTH) dengan target 5 juta homepass hingga 2026, setengahnya diharapkan terpasang pada akhir 2025.

Kunci dari strategi ekspansi Surge adalah sinergi antara frekuensi 1,4 GHz, jaringan backbone serat optik milik PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) sepanjang 6.927 km di jalur kereta, jalan tol, dan jalan provinsi di Pulau Jawa, serta kolaborasi dengan mitra global. Surge bekerja sama dengan NTT e-Asia Pte. Ltd. asal Jepang yang kini memegang 49% saham di IJE, dan bermitra dengan Nokia, Qualcomm, Huawei, dan OREX SAI dalam pengembangan jaringan, perangkat, dan solusi digital.

Perusahaan juga berkolaborasi dengan operator menara seperti Tower Bersama Group (TBIG) dan Centratama (CENT) untuk memperluas jangkauan layanan hingga radius 500 meter dari titik utama. Lewat kombinasi ini, Surge menegaskan posisinya sebagai penyedia infrastruktur digital nasional yang berorientasi pada efisiensi biaya investasi dan kecepatan penetrasi pasar. Kehadiran teknologi Starlite Wi-Fi 7, yang diklaim sebagai jaringan Wi-Fi 7 pertama di Indonesia, menjadi simbol inovasi Surge dalam menghadirkan konektivitas cepat dan stabil di tengah kebutuhan masyarakat akan internet terjangkau.

 

Tiga Tantangan yang Membayangi Laju Ekspansi Surge

Meski optimisme terhadap Surge meningkat, sejumlah analis tetap menyoroti tiga tantangan utama yang bisa membayangi perjalanan ekspansif perseroan. Pertama, risiko regulasi. Industri telekomunikasi sangat bergantung pada kebijakan pemerintah, termasuk biaya spektrum dan aturan perizinan. Setiap perubahan kebijakan dapat langsung memengaruhi struktur biaya dan profitabilitas. Selain itu, kebijakan berbagi infrastruktur (open access) yang didorong pemerintah bisa mengurangi keunggulan kompetitif Surge di wilayah tertentu.

Kedua, risiko teknologi. Frekuensi 1,4 GHz merupakan spektrum yang relatif baru digunakan secara komersial untuk jaringan 5G Fixed Wireless Access (FWA). Implementasinya memerlukan infrastruktur canggih dan adaptasi teknologi yang matang. Sebagai pionir di frekuensi ini, Surge berpotensi menghadapi risiko teknis dan biaya tambahan jika terjadi hambatan dalam penerapan teknologi baru tersebut.

Ketiga, risiko keuangan. Strategi ekspansi Surge membutuhkan belanja modal besar, mulai dari akuisisi spektrum hingga pembangunan infrastruktur jaringan. Berdasarkan riset Henan Putihrai Sekuritas, perusahaan masih berada dalam batas aman dengan rasio lancar 5,4 kali dan DER 0,6 kali pada 2025. Namun, investor disarankan tetap memantau kebutuhan pendanaan tambahan dan keberlanjutan struktur modal seiring percepatan ekspansi.

Dengan kombinasi peluang besar dan risiko inheren, Surge kini berada di titik kritis antara menjadi game changer industri broadband nasional atau menghadapi tekanan akibat kompleksitas regulasi dan pembiayaan. Satu hal yang pasti, langkah agresif Surge di sektor infrastruktur digital menunjukkan bahwa transformasi internet murah di Indonesia bukan lagi mimpi — melainkan kompetisi nyata yang semakin sengit.

 

Posting Komentar

0 Komentar