Receh.in – PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) perlahan membalikkan peta bisnisnya. Perusahaan yang selama ini identik dengan emas hitam mulai menunjukkan wajah baru: teknologi dan energi bersih.
Hasil kuartal III/2025 memperlihatkan sinyal kuat bahwa diversifikasi yang dicanangkan sejak awal dekade ini mulai menemukan bentuknya—meski kontribusi batubara tetap dominan, laju pertumbuhan segmen teknologi berlari jauh lebih cepat dibandingkan bisnis inti yang mulai menua.
Mesin Lama Melambat, Mesin Baru Memanas
Pendapatan konsolidasi DSSA pada kuartal III/2025 mencapai US$2,01 miliar, terkoreksi hampir 10 persen dari periode yang sama tahun lalu. Penyebab utamanya datang dari sumber yang sudah lama dikenal investor: segmen pertambangan dan perdagangan batu bara. Kontributor historis ini menghasilkan US$1,79 miliar, menyusut lebih dari 13 persen secara tahunan.
Porsi pendapatan batu bara pun mengecil dari lebih dari 92 persen pada September 2024 menjadi sekitar 88 persen pada sembilan bulan pertama 2025. Angka itu masih besar, tetapi trennya jelas menunjukkan penurunan peran.
Sebaliknya, bisnis teknologi—yang mencakup TV kabel, internet, dan layanan digital—melonjak tajam. Pendapatan segmen ini mencapai US$153,80 juta, tumbuh lebih dari 51 persen, sekaligus melampaui capaian sepanjang 2024. Kontribusinya naik menjadi 7,62 persen, sebuah lonjakan yang jarang terlihat pada perusahaan yang sejarahnya tertambat pada industri ekstraktif.
Di tengah kontraksi pendapatan, beban pokok meningkat menjadi US$1,32 miliar, sehingga laba kotor turun hingga seperempatnya. Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menciut menjadi US$177,24 juta, anjlok 27 persen dari tahun lalu. Meski demikian, neraca perusahaan justru menguat: total aset bertambah menjadi US$4,17 miliar, sejalan dengan meningkatnya liabilitas dan ekuitas.
Dari sudut bursa, saham DSSA melesat ke Rp112.375 per lembar pada awal perdagangan 5 Desember. Kenaikan lebih dari 200 persen sejak awal tahun menandakan optimisme pasar terhadap wajah baru DSSA—sebuah sinyal bahwa investor mulai melihat nilai lebih pada bisnis digital dan energi bersih perusahaan.
Teknologi sebagai Pilar Baru
Ekspansi teknologi DSSA tidak muncul dari ruang hampa. Perusahaan membangun fondasi melalui data center, internet fiber, hingga investasi digital lainnya. Jantung transformasi ini terletak pada proyek data center jumbo yang sedang dibangun di Jakarta Selatan. Dengan nilai investasi hampir Rp5 triliun dan dukungan LG serta Korea Investment Real Asset Management, fasilitas itu ditargetkan beroperasi pertengahan 2026. Jika berfungsi penuh, data center ini dapat menjadi mesin kas baru yang memberi DSSA posisi strategis di industri komputasi awan.
Pada sisi ritel, MyRepublic—unit usaha internet DSSA—bergerak agresif memperluas jaringan. Perusahaan ini memenangkan lelang frekuensi 1,4 GHz, membuka peluang besar menghadirkan internet lebih murah di Sumatra, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Dengan lebih dari 9 juta home pass dan 1,6 juta pelanggan aktif, MyRepublic kini menjadi salah satu penyedia internet rumah paling ekspansif di Indonesia.
Target tahun depan terbilang ambisius: tambahan 5 juta home pass fiber dan 3 juta pengguna melalui teknologi Fixed Wireless Access (FWA). Jika terwujud, jaringan MyRepublic akan menjangkau 15 juta rumah di seluruh negeri, mengubahnya menjadi pemain terdepan dalam perang harga internet domestik. Proses roll out infrastruktur telah disiapkan bertahap, dengan rencana pembangunan hingga 3.000 site baru dalam waktu dekat.
Energi Bersih: Masih Kecil, Tapi Menjanjikan
Selain teknologi, DSSA juga menapaki jalur energi baru terbarukan (EBT). Kontribusinya saat ini masih mini, tetapi pipeline proyek yang sedang disiapkan perusahaan menunjukkan arah jangka panjang. DSSA mulai menempatkan EBT sebagai fondasi baru bisnis energi mereka, bukan hanya proyek pelengkap.
Transformasi ini tidak bisa dilepaskan dari dinamika global: volatilitas harga komoditas, tekanan regulasi lingkungan, dan meningkatnya investasi hijau. DSSA mencoba mengambil posisi lebih awal, sebelum gelombang transisi energi mendorong seluruh pemain besar menyesuaikan strategi mereka.
Mengincar Status Perusahaan Energi–Teknologi Terintegrasi
Akselerasi transformasi DSSA menggambarkan fase baru industri konglomerasi Indonesia. Perusahaan batubara besar tidak lagi bisa sepenuhnya bertumpu pada siklus komoditas. Diversifikasi ke teknologi dan energi bersih menjadi jalan paling masuk akal untuk mempertahankan valuasi tinggi, menjaga pertumbuhan, dan menghadapi risiko regulasi yang semakin ketat.
DSSA memainkan permainan jangka panjang: membiarkan batubara menjadi “mesin pendanaan”, sembari mengalirkan modal ke digital dan EBT yang lebih berkelanjutan. Ini strategi dua kaki yang lazim diadopsi pemain energi global, tetapi di Indonesia baru sedikit yang mengeksekusinya dengan agresif.
Dengan data center jumbo, ekspansi internet nasional, dan pipeline EBT yang terus bertambah, DSSA kini bergerak dari perusahaan batubara menjadi perusahaan energi–teknologi terintegrasi. Perjalanan masih panjang, tetapi arah dan kecepatannya mulai terlihat jelas.
Di mata pasar, itulah yang membuat saham DSSA terus mencetak rekor. Mesin lama memang mulai melambat, tetapi mesin baru sudah meraung. Dan bagi investor, itulah sinyal paling menarik: transformasi bukan lagi wacana, melainkan realitas yang mulai menghasilkan angka.
0 Komentar